Asslamualaikum
warahmatulahi wabarakatuh
TUGAS MENGETIK BUKU TEORI SOSIOLOGI MODRN
BAB 8
Kelompok 8
Anggota:
La ode Rizal / c1b1
12138
Thamrin / c1b2 12010
Jamal mirda/ c1b2 12
004
TEORI PERTUKARAN, TEORI
JARINGAN, DAN TEORI PILIHAN RASIONAL
Pada bab in perhatian dipusatkan pada tiga teori
yang berhubungan – teori pertukaran, teori jaringan, teori pilihan rasional.
Teori pilihan rasional membantu
pengembanagan teori pertukaran terutama kecenderungannya untuk mengasumsikan aktor rasional. Tetapi teori
pertukaran masa kini terus menerus
menunjukkan pengaruh teori pilihan rasional, teori pertukaran itu sendiri telah
dipengaruhi oleh aliran intelektual lain dan terpecah menjadi beberapa cabang
yang menempuh arah perkembangan arah sendiri-sendiri. Jadi teori pertukaran dan teori pilihan rasional masa kini jauh dari
saling bertemu, satu perbedaan mendasarnya adalah bahwa teori pilihan rasional
memusatkan perhatiannya pada proses pembuatan keputusan individual, sedangkan
yang menjadi unit dasar analisis teoritisi pertukaran adalah hubungan sosial.
Belakangan ini teoritisi pertukaran lebih banyak mencurahkan perhatian pada
jaringan hubungan sosial dan perhatian ini cenderung menghubungkan mereka
dengan teori jaringan itu sendiri. Teori jaringan memiliki kesamaan dengan
teori pilihan rasional, walaupun teori tersebut menolak asumsi rasionalitas
dalam perilaku manusia (Mizruchi, 1994). Umumnya, dan tak seperti teori – teori
yang dibahas di dua baba terdahulu, ketiga teori tersebut sama- sama
berorentasi positivistik.
Teori Pertukaran
Kita
mulai dengan mengikuti Molm dan Cook (1995; cok dan rice 2001) Yang meninjau
sejarah perkembangan teori pertukaran, dimulai dengan akarnya di dalam
behaviorisme.
Behaviorisme
Behaviorisme yang sangat terkenal dalam psikologi, berpengaruh
langsung terhadap sosiologi perilaku
(Bushell dan Burgess, 1969; Baldwin dan Baldwin 1986) dan berpengaruh
tak langsung terutama terhadap teori pertukaran. Sosiologi perilaku memusatkan
perhatian pada hubungan antara pengaruh seorang aktor terhadap lingkungan dan
dampak lingkungan terhadap perilaku aktor. Hubungan ini adalah dasar untuk
pengondisian operan atau proses belajar yang melaluinya “perilaku diubah oleh konsekuensinya”
(Baldwin dan Baldwin, 1986:b). Orang mungkin mengira perilaku ini berawal
dimasa anak – anak, sebagai perilaku acak. Lingkungan tempat munculnya
perilaku, entah itu berupa fisik atau sosial, dipengaruhi oleh perilaku dan
selanjutnya “bertindak” kembali dalam berbagai cara. Reaksi ini, entah positif,
negatif, atau netral, mempengaruhi perilaku aktor selanjutnya. Bila reaksi
telah menguntungkan aktor, perilaku yang sama akan diulangi di masa depan dalam
situasi serupa. Bila reaksi menyakitkan atau menyiksa aktor maka perilaku itu
kecil kemungkinannya terjadi dimasa depan. Sosiolog perilaku memusatkan
perhatian pada hubungan antara sejarah reaksi lingkungan atau akibat dan sifat
perilaku kini. Sosiolog mengatakan bahwa akibat masa lalu perilaku tertentu
menentukan perilaku masa kini. Dengan mengetahui apa yang menyebabkan perilaku
tertentu dimasa lalu, kita dapat meramalkan apakah aktor akan menghasilkan
perilaku yang sama dalam situasi kini.
Sosiolog perilaku sangat tertarik pada hadiah atau
penguat dan ongkos atau hukuman. Hadiah ditentukan oleh kemampuannya memperkuat
perilaku, sedangkan biaya mengurangi kemungkinan perilaku. Behaviorisme pada
umumnya, dan gagasan tentang hadiah dan biaya pada khususnya, besar pengaruhnya
terhadap teori pertukaran awal.
Teori
Pilihan Rasional
Prinsip dasar teori pilihan rasional berasal dari
ekonomi neoklasik (juga utilitarianisme dan teori permainan; Levi et al,. 1990;
lindenberg, 2001). Bedasarkan berbagai jenis model yang berbeda, friedman dan
hechter (1988) menghimpunapa yang mereka sebut sebagai model “kerangka” teori pilihan rasional.
Teori pilihan rasional memusatkan pilihan pada
aktor. Aktor dipandang sebagai manusia yang mempunyai tujuan atau mempunyai
maksud. Artinya aktor mempunyai tujuan dan tindakannya tertuju pada upaya untuk
mencapai tujuannya itu. Aktorpun dipandang mempunyai pilihan (atau nilai
kepeluan). Teori pilihan rasional tak menghiarukan apa yang menjadi pilihan
atau apa yang menjadi sumber pilihan aktor. Yang penting adalah kenyataan bahwa
tindakan dilakukan untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan pilihan aktor.
Meski teori pilhan rasional berawal dari tujuan dan
maksud aktor, namun teori ini memperhatikan sekurang – kuarangnya dua pemaksa
tindakan. Pertama adalah keterbatasan sumber. Aktor mempunyai sumber yang
berbeda maupun akses yang berbeda terhadap
sumber daya yang lain. Bagi aktor yang mempunyai sumber daya yang besar
pencapaian tujuan mungkin relatif mudah. Tetapi, bagi aktor yang mempunyai
sumber yang sedikit, pencapaian tujuan mungkin sukar atau mustahil sama sekali.
Berkaitan keterbatasan sumber daya ini adalah
pemikiran tentang biaya kesempatan (opportunity cost) atau “biaya yang
berkaitan dengan rentetan tindakan berikutnya yang sangat menarik namun tak
jadi dilakukan” (Friedman dan Hechter, 1988:202). Dalam mengejar tujuan
tertentu aktor tentu memperhatiakan biaya tindakan berikutnya yang sangat
menarik yang tak jadi dilakukan itu. Seorang aktor mungkinmemilih tidak memilih
tidak mengejar tujuan yang bernilai sangat tinggi bila sumber dayanya tak
memadaia, bila peluang untuk mencapai tujuan itu mengancam peluangnya untuk
mencapai tujuan berikutnya yang sangat bernilai. Aktor dipandang mencapai
keuntungan yang maksimal, dan tujuan
mungkin meliputi penilaian gabungan antar peluang untuk mencapai tujuan utama
dan apa yang telah dicapai pada peluang yang tersedia untuk mencapai tujuan
yang kedua yang paling bernilai.
Sumber pemaksa kedua atas tindakan aktor individual
adalah lembaga sosial. Seperti yang dinyatakan Friedman dan Hechter aktor
individual biasanya akan: merasakan tindakannya diawasi sejak lahirnya hingga
mati oleh aturan keluarga dan sekolah; hukum dan peraturan; kebijakan tegas;
gereja; sinagoge dan masjd; rumah sakit dan perkuburan. dengan membatasi
rentetan tindakan yang boleh dilakukan individu, dengan dilaksanakannya aturan
permainan – meliputi norma, hukum, agenda dan pemungutan suara – secara
sistematis mempengaruhi akibat sosial (Friedman da Hechter, 1988:202).
Hambatan kelembagaan ini menyediakan baik sanksi
positif maupun sanksi negatif yang membantu mendorong aktor untuk melakukan
tindakan tertentu dan menghindarkan tindakan yang lain.
Friedman dan hechter mengemukakan dua gagasan lain
yang menjadi dasar teori pilihan rasional. Pertama adalah kumpulan mekanisme
atau “proses yang menggabungkan tindakan aktor individual yang terpisah untuk menghasilkan
akibat sosial” (1988:202). Kedua bertambahnya pengertian tentang pentingnya
informasi dalam membuat pilihan rasional. Suatu ketika diasumsikan bahwa aktor
mempunyai informasi yang cukup untuk membuat pilihan diantara berbagai peluang
tindakan yang terbuka untuk mereka. Tetapi, aktorpun makin mengenal bahwa
kuantitas atau kualitas informasi yang tersedia sangat berubah – ubah dan
perubahan itu sangat mempengaruhi aktor (Heckathorn, 1997).
Teori
pertukaran George Homans
Inti teori
Homans terletak pada sekumpulan proposisi fundamental. Meski beberapa
proposisinya menerangkan setidaknya dua individu yang berinterksi, namun ia
dengan hati – hati menunjukan bahwa proposisi itu berdasarkan prinsip
psikologis. Menurut Homans proposisi itu bersifat psikologis karena dua alasan pertama proposisi itu biasanya
dinyatakan dan diujisecara empiris oleh orang yang menyebut dirinya sebagai
psikolog. Kedua dan yang lebih penting proposisi itu bersifat psikologis karena
menerangkan fenomena individu dalam masyarakat: “ proposisi itu lebih mengenai
prilaku manusia individual daripada kelompok atau masyarakat; dan perilaku
manusia sebagai manusia umumnya dianggap menjadi bidang kajian psikolog”. Atas
pemikirannya ini homans mengakui telah menjadi – kasarnya – seorang reduksionis
psikologi (1974: 12). Reduksionisme
nenurut Homans adlah “proses yang menunjukkan bagaimana proposisi yang disebut
satu ilmu (dalam hal ini sosiologi)
logikanya berasal dari proposisi yang lebih umum yang disebut ilmu lain (dalam
hal ini psikologi)” (1984:338)
Walaupun Homans membahas prinsip psikolgis, namun ia
tak membayangkan individu dalam keadaan terisolasi. Ia mengakui bahwa manusia
adalah mahluk sosial dan menggunakan sebagian besar waktu mereka berinteraksi
dengan manusia lain. Ia mencoba menerangkan perilaku sosial dengan prinsip –
prinsip psikologi: “pendiriannya adalah bahwa proposisi umum psikologi terhadap
perilaku manusia tidak berubah karena akibat interaksi lebih berasal dari
manusia lain ketimbang dari lingkungan fisik. Homans tidak menolak pendirian
Durkheim yang menyatakan interaksi menimbulkan sesuatu yang baru. Ia malah
menyatakan bahwa ciri – ciri yang baru muncul itu dapat dijelaskan dengan
prinsip psikologi. Untuk menjelaskan fakta sosial tak diperlukan proposisi sosiologi
yang baru sebagai contoh ia menggunakan konsep sosiologi tentang norma.
Contoh besar fakta sosial adalah norma sosial dan
norma kelompok yang pasti memaksakan kecocockkan perilaku terhadap banyak
orang. Persoalannya bukanlah keberadaan paksaan tetapi penjelasannya.....norma
tidak secara otomatis memaksa; individu menyesuaikan diri, jika mereka berbuat
demikian karena mereka merasa mendapatkan keuntungan dengan menyesuaikan diri
itudan psikologilah yang menjelaskan pengaruh perilaku yang dianggap menguntungkan
(Homans, 1967:60).
Dalam sejumlah publikasi Homans merinci program
untuk “mengembalikkan orang ke dalam “ sosiologi tetapi iapun mencoba
mengembangkan sebuah teori yang memusatkan perhatian pada psikologi, manusia
dan bentuk – bentuk mendasar kehidupan sosial”. Menurut Homans, teori ini
“membayangkan perilaku sosial sebagai pertukaran aktivitas,nyata atau tak
nyata, dan kurang lebih sebagai pertukarana hadaiah atau biaya, sekurang –
kurangnya ada dua orang” (1961:13).
Sebagai contoh Homans mencoba menjelaskan
perkembangan industri tekstil yang digerakkan tenaga mesin, dan kemudian
revolusi industri, melalui prinsip psikologis bahwa orang mungkin bertindak
dengan cara seperti meningkatkan hadiah untuk mereka. Lebih umum lagi, dalam
teori pertukaran versinya ini, ia mencoba menjelaskan perilaku sosial mendasar
dilihat dari sudut hadiah dan biaya. Ia sebagian termotivasi oleh teori
strutural fungsional dari teman dan koleganya, parson. Ia menyatakan, teori
struktural fungsional “memiliki kebaikan apa saja kecuali dalam menjelaskan
sesuatu” (Homans 1961:10). Menurut Homans, fungsionalis struktural tak lebih
sekedar menciptakan skema dan kategori konseptual. Ia mengakui bahwa sosiologi
ilmiah sekumpulan proposisi umum tentang hubungan antara kategori – kategori
itu, karena tanpa proposisi demikian maka penjelasan adalah mustahil. “tak ada
penjelasan tanpa proposisi “ (1974:10). Karena itu Homans bertekad
mengembangkan proposisi yang memusatkan perhatian pada level psikologi; ini
menjadi landasan teori pertukaran.
Dalam sosial behavior ; is elementari forms (1961,
1974), Homans menyatakan bahwa teori pertukarannya berasal dari psikologi
perilaku dan ilmu ekonomi dasar (teori pilihan rasional). Sebenarnya Homans
(1984) menyesal menamakan teorinya sebagai “teori pertukaran” karaena ia
melihatnya sebagai penerapan psikologi perilaku pada situasi khusus. Homans
memulai dengan membahas paradigma perilaku
B. F. Skinner, khususnya tentang burung merpati Skinner.
Bayangkan seekor merpati segar atau naif berada
dalam sangkarnya di laboratorium. Salah satu ciri perilaku bawaannya sejak
lahir yang digunakannya untuk menyelidiki lingkungannya adalah paruhnya. Ketika
merpati itu mematuk kesana kemari dalam sangkar, patukannya mengenai sebuah
sasaran merah bundar, dan saat itu psikolog yang menungguinya atau mungkin
sebuah mesi otomatis memberinya makan dengan butiran padi. Faktanya adalah
bahwa kemungkinan merpati itu mengulangi perilakunya kembali – kemungkinannya
merpati itu tak hanya sekedar mematuk – matuk , tetapi mematuk sasaran merah
bundar – akan meningkat. Dalam bahasa sederhana dapat dikatakan merpati itu
telah belajar mematuk target karena dengan perilaku demikian ia mendapatkan
hadiah (Homans, 1961:18).
Skinner tertarik pada contoh perilaku merpati ini;
Homans memperhatikan perilaku manusia. Menurut Homans, merpati skinner tidak
terlibat dalam hubungan pertukaran yang sebenarnya dengan psikolog yang
menelitinya. Merpati itu hanya terlibat dalam hubungan pertukaran satu pihak, sedangkan pertukaran
manusia sekurang – kurangnya melibatkan dua pihak. Merpati diperkuat oleh biji,
sedangkan psikolog sebenarnya tidak diperkuat oleh patukan merpati. Merpati
melanjutkan jenis hubungan yang sama dengan psikolog sebagaimana ia akan
melanjutkan hubungan dengan lingkungan
fisik. Karena tak ada hubungan timbal balik, Homans mendefinisikan hubungan
demikian sebagai perilaku individual. Homans menyarahkan studi perilaku itu
kepada psikolog, dan ia mendesak agar sosiolog harus mempelajari perilaku
sosial “ dimana aktivitas paling tidak dua ekor binatang saling menguatkan (atau menghukum) aktivitas pihak lain dan
dengan salin mempengaruhi (1961:30). Menurut Homans, yang penting adalah bahwa
tak diperlukan proposisi baru untuk menjelaskan perbedaan perilaku sosial dan
perilaku individual. Hukum perilaku individual seperti yang dikembangkan
skinner dalam studinya tentang merpati akan menerangkan perilaku sosial selama
kita memperhatikan komplikasi penguatan mutualnya. Homans mengakui bahwa dengan
berat hati akhirnya ia terpaksa meninggalkan prinsip yang berasal dari skinner.
Dalam karya teoritisnya, Homans membatasi diri pada
interaksi sosial dalam kehidupan sehari – hari. Namun, jelas ia yakin bahwa
sosiologi yang dibangun berdasarkan prinsip yang dikembangkannya akhirnya akan
mampu menerangkan semua perilaku sosial.dalam hal ini Homans menggunakan contoh
jenis hubungan pertukaran yang menjadi sasaran perhatiannya:
Bayangkan
dua orang yang sedang melakukan pekerjaan tulis menulis di sebuah kantor.
Menurut paraturan kantor, masing – masing harus mengerjakan pekerjaanya sendiri
– sendiri atau bila memerlukan bantuan ia harus berkonsultasi dengan pengawas.
salah seorang diantaranya, sebut saja person, tak begitu terampil bekerja dan
hanya akan dapat bekeja lebih baikdan lebih cepat bila ia mendapat bantuan dari
waktu ke waktu. Meski peraturan kantor membolehkan, ia enggan berkonsultasi
dengan pengawas karena dengan mengakui ketidak mampuannya dapat merugikannya
untuk peluang promosi. Malahan ia mencari orang lain,sebut saja Dicki, untuk meminta
bantuannya. Dicki lebih berpengalaman bekerja ketimbang person. Dicki dapat
mengerjakan pekerjaanya dengan baik dan cepat dan melewatkan waktu istrahat dan
mempunyai alasan untuk mengira bahwa pengawas takkan memeriksa pelanggaran
peraturan yang dibuatnya. Dicki membantu person dan imbalannya person
menyatakan terima kasihdan persetujuannya kepada Dicki. Kedua orang itu telah
bertukar bantaun dan persetujuan (Homans, 1961:13-32).
Dengan memusatkan pada jenis siuasi ini dan dengan
mendasarkan pemikirannya pada temuan Skinner, Homans mengembangkan beberapa
proposisi.
Proposisi suksse (the
sukses proposition)
Untuk semua tindakan yang dilakukan seseorang,
semakin sering tindakan khusus seseorang diberi hadiah, semakin besar
kemungkinan orang melakukan tindakan itu (Homans, 1974:16).
Dilihat dari
contoh person-Dicki dalam situasi kantor yang dikemukakan Homans diatas,
proposisi ini berarti orang makin besar kemungkinanya untuk meminta nasihat
orang lain jika ia dimasa lalu telah menerima hadiah berupa nasihat yang
berguna. Selanjutya semakin sering orang menerima hadiah yang berguna dimasa
lalu makin sering ia meminta nasihat. Begitu pula, orang lain makin ingin
memberi nasihat dan makin sering memberi nasihat jika ia telah sering menerima
hadiah barupa persetujuan dimasa lalu. Umumnya perilaku yang sesuai dengan proposisi keberhasilan
meliputi tiga tahap : pertama, tindakan orang: kedua, hadiah yang dihasilkan:
ketiga perulangan tindakan asli atau sekurangnya tindakan yang serupa dalam hal
tertentu.
Ada beberapa hal yang ditetapkan Homans mengenai
proposisi sukses. Pertama, meski umumnya benar bahwa makin sering hadiah
diterima menyebabkan makin sering tindakan dilakukan, namun pembahasan ini, tak
dapat berlangsung tanpa batas. Disaat tertentu individu benar – benar tak dapat bertindak seperti itu sesring
mungkin. Kedua makin pendek jarak waktu antara perilaku dan hadiah, makin besar
kemungkinan orang mengulangi perilaku. Sebaliknya makin lama jarak waktu antara
perilaku dan hadiah makin kecil kemungkinan orang mengulangi perilaku. Ketiga,
menurut Homans, pemberian hadiah secara intermiten lebih besar kemungkinannya
menimbulkan perulangan perilaku ketimbang menimbulkan hadiah yang teratur.
Hadiah yang teratur menimbulkan kebosanan dan kejenuhan, sedangkan hadiah yang
diterima dalam jarak waktu yang tak teratur (seperti dalam perilaku perjudian )
sangat mungkin menimbulkan perulangan perilaku.
Proposisi pendorong
(the stimulus proposition)
Bila dalam kejadian
masa lalu dorongan tertentu atau sekumpulan dorongan telah menyebabkan tindakan
orang diberi hadiah, maka makin serupa dorongan kini dengan dorongan di masa
lalu, makin besar kemungkinan orang yang melakukan tindakan serupa (Homans,
1974:23).
Mari kita lihat situasi kantor Homans kembali. Bila
dimasa lalu person dan dicki menyadari pemberian dan penerimaan hadiah nasihat,
maka mereka mungkin akan terlibat dalam tindakan serupa dalam situasi yang sama
di masa datang. Homans mengemukakan satu contoh kejadian yang lebih sederhana:
“pemancing yang melemparkan kailnya kedalam kolam yang keruh dan berhasil
menangkap seekor ikan, akan lebih suka memancing di kolam yang keruh kembali”
(1974:23).
Homans tertarik pada proses generalisasi dalam arti
kecenderungan memperluas perilaku keadaan yang serupa. Dalam contoh mengail,
satu aspek generalisasi dapat mendorong dari mengail dikolam yang keruh ke
mengail di kolam manapun dengan derajat kerindangan tertentu. Begitu pula
keberhasilan menangkap iakn mungkin dapat mendorong orang dari satu cara
mengail ke cara mengail yang lain (sebagai contoh dari mengail disungai ke
mengail di laut) atau mendorong orang dari mengail ke berburu. Tetapi proses
diskriminasi juga penting. Artinya, aktor mungkin hanya akan mengail dalam
keadaan khusus yang terbukti dimasa lalu. Bila kondisi yang menghasilkan
kesuksesan itu terjadi terlalu ruwet maka kondisi serupa mungkin tidak akan
menstimulasi perilaku. Bila stimuli krusial muncul terlalu lama sebelum
perilaku diperlukan maka stimuli itu benar – benar tak dapat merangsang perilaku.
Aktor dapat menjadi terlalu sensitif terhadap stimuli terutama stimuli itu
sangat bernilai bagi aktor. Kenyataanya aktor dapat menanggapi stimuli yang tak
berkaitan, setidaknya hingga situasi diperbaiki melalui kegagalan berulang
kali. Semuanya ini dipengaruhi oleh kewaspadaan atau derajat perhatian individu
terhadap stimuli.
Proposisi
nilai (the value proposition)
Makin tinggi nilai hasil tindakan seseorang bagi
dirinya, makin besar kemungkinan ia melakukan tindakan itu (Homans, 1974:25)
Dalam contoh kantor diatas, bila hadiah yang
diberikan msing – masing kepada orang lain amat berniali maka makin besar
kemungkinan aktor melakukan tindakan yang diinginkan ketimbang jika hadiahnya
tak bernialai. Disini Homans memperkenalkan konsep hadiah dan hukuman. Hadiah
adalah tindakan dengan nilai positif, makin tinggi nilai hadiah, makin besar
kemungkinan mendatangkan perilaku yang diinginkan. Homans menemukan bahwa
hukuman merupakan alat yang tak efisien untuk membujuk orang mengubah perilaku
mereka karena orang dapat bereaksi terhadap hukuman menurut cara yang tak
diinginkan. Sebenarnya lebih baik tak memberikan hadiah terhadap perilaku yang
tak diinginkan; perilaku demikian akhirnya akan dihentikan. Hadiah jelas lebih
disukai, tetapi persediaannya mungkin sangat terbatas. Homans menjelaskan bahwa
teorinya sebenarnya bukanlah teori hedonitis, hadiah dapat berupa materi (uang
misalnya) atau altruistis (membantu orang lain).
Proposisi
deprivasi-kejemuan (the deprivation-satiationproposition)
Makin sering sesorang menerima hadiah khusus dimasa
lalu yang dekat, makin kurang berniali baginya setiap unit hadiah berikutnya.
(Homans, 1974 : 29)
Di kantor person dan dicki mungkinsangat sering
saling memberi dan menerima hadiah nasihat sehingga hadiah itu menjadi tak bernilai.
Dalam hal ini waktu adalah penting; orang kecil kemungkinannya akan jenuh bila
hadiah tertentu pemberiannya dibagi jangka panjang.
Dalam hal ini Homans mendefenisikan dua konsep
penting lainnya: biaya dan keuntungan. Biaya tiap perilaku didefenisikan
sebagai hadiah yang hilang karena tak jadi melakukan sederetan tindakan yang
direncanakan. Keuntungan dalam pertukaran sosial dilihat sebagai sejumlah
hadiah yang lebih besar yang diperoleh atas biaya yang dikeluarkan. Yang
terakhir ini menyebabkan Homans menyusun kembali proposisi kerugian-kejemuan
sebagai berikut: “makin besar keuntungan yang diterima seseorang sebagai hasil
tindakannya, makin besar kemungkinan ia melaksanakan tindakan itu” (1974:31).
Proposisi
persetujuan-agresi (the aggression-approval proposition)
Proposisi A: bila tindakan orang tak mendapatkan
hadiah yang ia harapkan atau menerima hukuman yang tidak ia harapkan, ia akan
marah; besar kemungkianan ia akan melakukan tindakan agresif dan akibatnya
tindakan tersebut akan bernilai baginya.
Dalam kasus kantor diatas, bila person tak
mendapatkan nasihat yang ia harapkan dan Dicki tidak menerima pujian yang ia
harapkan, keduanya mungkin akan marah. Kita kaget menemukan konsep frustasi dan
marah dalam karya Homans karena konsep itu rupanya mengacu pada keadaan mental.
Homans menambhakan: “bila seseorang tak mendapatkan yang ia harapkan ia
dikatakan menjadi kecewa, frustasi. Pengamat behaviorisme yang mempertahankan
kemurnian bahasa, sama sekali tak akan mengacu pada keadaan mental”. (1974:31).
Homans lalu menyatakan bahwa frustasi terhadap harapan seperti itu, tak selalu
hanya mengacu pada keadaan inernal. Kekecewaan dapat pula mengacu pada
peristiwa eksternal, yang tak hanya dapat diamati oleh person saja tetapi juga
oleh orang lain.
Proposisi A tentang persetujuan-agresi, hanya
mengacu pada emosi negatif sedangkan proposisi B menerangkan emosi yang lebih
positif :
Proposisi B: bila tindakan seseorang menerima hadiah
yang ia harapkan terutama hadiah yang lebih besar daripada yang ia harapkan,
atau tidak menerima hukuman yang ia bayangkan, maka ia akan puas; ia makin
besar kemungkinannya melaksanakan tindakan yang disetujui dan akibat tindakan
seperti itu akan makin bernilai baginya (Homans, 1974:39).
Misalnya, dikantor, ketika person mendapat nasehat
yang diharapkan dan yang lainnya mendapat pujian yang dia harapkan, keduanya
akan puas dan lebih mungkin memberi atau menerima nasehat. Nasehat dan pujian
menjadi lebih berharga bagi masing – masing pihak.
Proposisi rasionalitas
(the rationality proposition)
Dalam memilih diantara yang berbagai tindakan
alternatif, seseorang akan memilih satu diantaranya, yang dia anggap saat itu
memiliki value sebagai hasil, dikalikan dengan probabilitas, untuk mendapatkan
hasil yang lebih besar (Homans, 1974:43)
Proposisi terdahulu sangat dipengaruhi oleh
behaviorisme sedangkan proposisi rasionalitas sangat jelas dipengaruhi oleh
teori pilihan rasional. Menurut istilah ekonomi, aktor yang bertindak sesuai
dengan proposisi rasionalitas adalah yang memaksimalkan kegunaanya.
Pada dasarnya orang meneliti dan membuat kesimpulan
mengenai berbagai alternatif tindakan yang terbuka bagi mereka. Mereka
membanding – bandingkan jumlah hadiah yang berkaitan dengan setiap bagian
tindakan. Merekapun memperhitungkan kemungkinan hadiah yang benar – benar akan
mereka terima. Hadiah yang bernilai tinggi akan diturunkan nilainya jika aktor
mengira bahwa mereka tak mungkin mencapainya. Sebaliknya, hadiah yang bernilai
rendah akan ditingkatkan jika aktor membayangkan hadiah itu dapat dicapai
dengan mudah. Jadi, ada interaksi antara nilai dari hadiah dan kemungkinan
untuk mencapainya. Hadiah yang sangat diinginkan bukanlah hadiah yang sangat
bernilai dan yang tak mungkin dicapai.
Homans menghubungkan proposisi rasionalitas dengan
proposisi kesuksesan, dorongan dan nilai. Proposisi rasionalitas menerangkan
kepada kita bahwa apakah orang akan melakukan tindakan atau tidak tergantung
pada persepsi mereka mengenai peluang sukses. Tetapi apa yang menentukan
persepsi ini? Homans menyatakan, persepsi mengenai apakah peluang sukses tinggi
atau rendah ditentukan oleh kesuksesan dimasa lalu dan kesamaan situasi kini
dengan situasi kesuksesan dimasa lalu. Proposisi rasionalitas juga tak
menjelaskan kepada kita mengapa seorang aktor menilai satu hadiah tertentu
lebih daripada hadiah yang lain; untuk menjelaskan ini kita memerlukan
proposisi nilai. Dalam semua yang disebutkan diatas, Homans menghubungkan
prinsip rasionalnya dengan proposisi behavioristiknya.
Akhirnya
teori Homans dapat disingkat menjadi pandangan tentang aktor sebagai pencari
keuntungan yang rasional. Namun, teori mengandung kelemahan disegi keadaan
mental (Abrahamson,1970; Micthell 1978) dan disegi struktur berskala luas
(Ekeh, 1974). Sebagai contoh, Homans mengakui perlunya “mengembangkan psikologi
lebih lengkap lagi” (1974:45).
Meski dengan kelemahan demikian, Homans tetap
menjadi pakar perilaku (behaviorist) yang berpikir dengan tegas di tingkat
perilaku individual. Ia menyatakan, struktur berskala luas hanya dapat dipahami
jika kita memahami perilaku sosial mendasar secara memadai. Ia berpendapat
bahwa proses pertukaran adalah “identik” di tingkat individual dan
kemasyarakatan, meski ia mengakui bahwa di tingkat kemasyarakatan “ cara
penyatuan proses mendasar itu jauh lebih komleks” (Homans, 1974:358).
Teori
Pertukaran Peter Blau
Tujuan
Peter Blau (1964) adalah untuk “memahami
struktur sosial berdasarkan analisis proses sosial yang mempengaruhi hubungan
antara individu dan kelompok. Pertanyaan mendasar adalah... bagaimana cara
kehidupan tersusun menjadi struktur
sosial yang makin kompleks” (1964:2). Blau bermaksud menganalisis
struktur sosial yang lebih komleks, melebihi Homans yang memusatkan
perhatiannya pada bentuk – bentuk kehidupan sosial yang mendasar. Homans sudah
puas bekerja di tingkat perilaku, tetapi menurut Blau pekerjaan seperti itu
hanyalah sebagai alat saja untuk mencapai tujuan yang lebih besar: “tujuan
utama sosiologi yang mempelajari interaksi tatap muka adalah untuk meletakkan landasan guna
memahami struktur sosial yang mengembangkan dan menimbulkan kekuatan sosial
yang menandai perkembangannya itu. ” (1964:13)
Blau
memusatkan perhatian pada proses
pertukaran yang menurutnya mengatur kebanyakan perilaku manusia dan
melandasi hubungan antar individu maupun antar kelompok. Blau membayangkan
empat langkah berurutan, mulai dari pertukaran antara pribadi ke struktur
sosial hingga ke perubahan sosial.
Langkah
1: pertukaran atau transaksi antara individu yang meningkat ke...
Langkah2:
diferensiasi status dan kekuasaan yang mengarah ke.....
Langkah3:
legitimasi dan pengorganisasian yang menyebarkan bibit dari...
Langkah4:
oposisi dan perubahan
Mikro ke Makro. Ditingkat individual, Blau dan Homans tertarik pada
proses yang sama. Tetapi, konsep pertukaran sosial Blau terbatas pada tindakan
yang tergantung pada reaksi pemberian hadiah dari orang lain – tindakan yang
segera berhenti bila reaksi yang diharapkan tak kunjung datang. Orang saling
tertarik karena berbagai alasan yang membujuk untuk membangun kelompok sosial. Segera setelah ikatan awal dibentuk,
hadiah yang saling mereka berikan akan membantu mempertahnkan dan meningkatkan
ikatan. Situasi sebaliknya pun mungkin terjadi: karena hadiah tak mencukupi,
ikatan kelompok dapat melemah atau bahkan hancur. Hadiah yang dipertukarkan
dapat berupa sesuatu yang bersifat intrinsik seperti cinta, kasih sayang dan
rasa hormat, atau sesuatu yang bernilai ekstrinsik seperti uang dan tenaga
kerja fisik. Orang yang terlibat dalam ikatan kelompok tak selalu dapat saling
memberika hadiah secara setara. Bila terjadi ketimpangan dalam pertukaran
hadiah, maka akan timbul perbedaan kekuasaan dalam kelompok
Bila
satu orang membutuhkan sesuatu dari orang lain, tetapi tidak memberikan apa pun
yang sebanding sebagai tukarannya, maka akan tersedia empat kemungkinan.
Pertama, orang itu dapat memaksa orang lain untuk membantunya. Kedua, orang itu
akan mencari sumber lain untuk memenuhi kebutuhannya. Ketiga, orang itu dapat
mencoba terus bergaul dengan baik tanpa mendapatkan apa yang dibutuhkannya dari
orang lain. Keempat, dan paling penting, orang itu mungkin akan menundukkan
diri terhadap orang lain dan dengan demikian memberikan orang lain itu
“penghargaan yang sama” dalam antar hubungan mereka. Orang lain kemudain dapat
menarik penghargaan yang diberikan itu ketika menginginkan orang yang
ditundukkan itu melakukan sesuatu. (alternatif yang terakhir ini jelas
merupakan ciri esensial dari kekuasaan).
Hingga
disini pendapat Blau sama dengan Homans, tetapi Blau meluaskan teorinya hingga
ke tingkat fakta sosial. Contoh, ia menyatakan bahwa kita tak bisa menganalisis
interaksi sosial terpisah dari struktur sosial yang melingkunginya. Struktur
sosial muncul dari interaksi sosial tetapi segera setelah muncul, struktur
sosial terpisah keberadaanya dan mempengaruhi proses interaksi.
Interaksi
sosial mula – mula terjadi di dalam kelompok sosial. Individu tertarik pada
satu kelompok tertentu karena merasa bahwa saling berhubungan menawarkan hadiah
lebih banyak daripada yang ditawarkan kelompok lain. Karena tertarik pada satu
kelompok tertentu, mereka ingin diterima. Untuk dapat diterima, mereka harus
dapat menawarkan hadiah kepada anggota kelompok yang lain. Hadiah ini termasuk
pemberian kesan kepada anggota kelompok dengan menunjukkan bahwa anggota yang
bergabung dengan orang baru akan mendapat keuntungan. Hubungan dengan anggota
kelompok akan menjadi kuat karena pendatang baru mengesankan kelompok – ketika
anggota menerima hadiah yang mereka harapkan. Upaya pendatang baru untuk
mengesankan anggota kelompok umumya menumbuhkan persatuan kelompok, tetapi
persaingan, dan akhirnya diferensi sosial akan terjadi ketika terlalu banyak
ornag mencoba saling memberikan kesan dengan kemampuan mereka menawarkan
hadiah.
Paradoksnya
disini adalah bahwa walau anggota kelompok yang berkemampuan memberikan kesan
itu dapat menarik, namun ciri mereka yang mengesankan itu juga dapat
menimbulkan kekhawatiran akan ketergantungan dipihak anggota kelompok yang lain
dan menyebabkan mereka hanya menyatakan keterikatan dengan rasa enggan. Di
tahap awal pembentukan kelompok, persaingan untuk mendapatkan penghargaan
sosial dikalangan angota kelompok sebenarnya berperan sebagai tes untuk
menyaring pemimpin kelompok yang potensial. Orang yang mampu memberikan hadiah
yang terbaik, paling besar peluangnya untuk menempati posisi pemimpin. Orang
yang kurang mampu memberikan hadiah ingin terus menerimahadiah yang ditawarkan
oleh pemimpim potensial, dan ini biasanya lebih dari sebagai pengganti kerugian
atas kekhawatiran mereka akan menjadi tergantung pada calon pemimpin itu.
Akhirnay, individu yang lebih besar kemampuannya memberi hadiah akan tampil
sebagai pemimpin dan kelompok pun terdiferensiasi.
Diferensiasi
tak terelekkan dalam kehidupan kelompok sehingga menjadi pemimpin dan pengikut menimbulkan
kebutuhan baru akan integrasi. Segera setelah mereka mengakui status pemimpin,
kebutuhan pengikut akan integrasi semakin besar. Mula – mula pengikut akan
memamerkan kualitas mereka yang pailng mengesankan. Kini untuk mencapai
integrasi dengan anggota pengikut pemimpin mempertontonkan kelemahannya. Dalam
hal ini menyatakan kepada publik bahwa tak ingin lagi menjadi pemimpin.
Pencelaan diri sendiri ini menimbulkan simpati dan dukungan sosial dari
pemimpin yang lain. Pemimpin (atau para pemimpin) pun terlibat dalam pencelaan
dalam diri sendiri disaat ini untuk meningkatkan integrasi kelompok secara
menyeluruh. Dengan mengakui bahwa orang yang berada pada posisi rendah pun
adalah superior dibidang tertentu, maka pemimpin mengurangi kejengkelan bawahannya
dan menunjukkan bahwa ia tidak dapat mengendalikan setiap bidang kehidupan
kelompok. Jenis kekuatan ini membantu mengintegrasikan kelompok kembali meski
diferensiasi status baru muncul pula.
Semua
uraian diats mengingatkan kepada bahasan Homans tentang teori peetukaran.
Namun, blau bergerak pada tingkat kemasyrakatan dan membedakan antara dua jenis
sosial. Teoritisi pertukaran dan sosiolog perilaku pun mengakui kemunculan
organisasi sosial, tetapi hal ini terdapat perbedaan mendasar antara Blau dan sosiolog
perilaku “yang murni”. Organisasi sosial jenis pertama lahir dari pertukaran
dan persaingan yang dibahas terdahulu. Dalam hal ini Blau mengakui sifat
kemunculan kelompok sosial, jenis organisasi kedua tak muncul begitu saja,
tetapi dengan sengaja didirikan untuk mencapai keuntungan optimal – misalnya,
memproduksi barang yang dapat dijual untuk mendapatkan laba, berpartisipasi
dalam turnamen bowling, terlibat dalam tawar – menawar kolektif, dan
memenangkan persaingan politik. Dalam membahas kedua jenis organisasi sosial
ini, Blau jelas melampaui “bentuk mendasar perilaku sosial” yang khas menjadi
sasaran perhatian teoritis perilaku sosial.
Dalam
mengamati organisasi sosial ini, Blau memusatkan perhatian pada sekelompok yang
terdapat di dalamnya. Contoh ia menyatakan bahwa kelompok pemimpin dan oposisi
berada dalam kedua jenis organisasi sosial itu. Pada jenis organisasi sosial
pertama, kedua subkelompok itu lahir proses interaksi. Pada jenis organisasi
kedua, kelompok pemimpin dan oposisi dibangun di dalam struktur organisasi.
Diferensiasi antara kelompok – kelompok dalam kedua jenis organisasi sosial itu
merupakan fakta yang tak terelakkan dan meletakkan landasan untuk beroposisi
dan konflik dalam organisasi antara pemimpin dan pengikut.
Dengan
bergerak melampaui bentuk perilaku
mendasar seperti yang diperhatikan Homans dan masuk kedalam struktur sosial
yang kompleks, blau menyadari bahwa ia harus menyesuaikan teori pertukaran ke
tingkat kemasyarakatan. Ia mengakui perbedaan esensial antara kelompok kecil
dan kehidupan kolektif luas. Sebaliknya, Homans dalam upayanya menerangkan
seluruh perilaku sosial menurut psikologi dasar, meminimalkan perbedaan ini.
Struktur sosial kompleks yang menandai
kehidupan kolektif luas, secara fundamental berbeda dari struktur kelompok
kecil yang lebih sederhana.struktur hubungan sosial berkembang dalam kelompok
kecil selama berlangsungnya interaksi dikalangan anggotanya. Karena tak ada
interaksi sosial langsung dikalangan sebagian besar anggota komunitas besar
atau keseluruhan masyarakat, tentu ada mekanisme lain yang menengahi struktur
hubungan sosial antara mereka (Blau, 1964:253).
Pernyataan
diatas memerlukan studi mendalam. Di satu pihak Blau mengesampingkan
behaviorisme sebagai paradigma yang memadai untuk menjelaskan struktur sosial
yang kompleks (lihat Apendiks). Di lain pihak, ia mengesampingkan paradigma defenisi sosial karena ia
menyatakan bahwa interaksi sosial dan defenisi sosial yang mengirirnginya tak
terjadi secara langsung dalam organisasi sosial berskala luas. Jadi beranjak
dari paradigma perilaku sosial, Blau mempersekutukan dirinya dengan paradigma
fakta sosial dalam menjelaskan struktur sosial yang lebih kompleks.
Norma dan nilai. Menurut Blau,
mekanisme yang menengahi antara struktur sosial yang komleks itu adalah Norma
dan Nilai (konsesus nilai) yang ada
dalam masyarakat.
Kesepakatan bersama atas nilai dan norma digunakan sebagai media kehidupan
sosial dan sebagai mata rantai yang menghubungkan transaksi sosial. Norma dan
nilai memungkinkan terjadinya pertukaran sosial tak langsung dan menentukan
proses integrasi dan diferensiasi sosial dalam struktur sosial yang komleks dan
menentukan perkembangan organisasi dan reorganisasi sosial didalamnya. (Blau,
1964:255)
Ada
mekanisme lain yang menengahi antara sturktur sosial, tetapi Blau memusatkan
perhatian pada konsesus nilai. Menurutnya konsesus nilai mengganti pertukaran
tak langsung dengan pertukaran langsung. Seorang anggota menyesuaikan diri
dengan norma kelompok dan mendapat persetujuan karena penyesuaian diri itu dan
mendapat persetujuan implisit karena kenyataan bahwa penyesuaian diri
memberikan kontribusi atas pemeliharaan dan stabilitas kelompok. Dengankata
lain, kelompok atau kolektifitas terlibat dalam suatu hubungan pertukaran dengan
individu. Pendapat berbeda dari pendapat Homans yang lebih sederhana, yang
menekankan pada pertukaran antar perseoranga. Blau mengemukakan sejumlah contoh
pertukaran antara kolektifias dan individu yang menggantikan pertukaran antara
individu dengan individu:
Pejabat staf dalam pekerjaan mereka
tidak membantu pejabat lain karena hadiah yang diterima dari mereka, tetapi
karena pemberian bantuan ini adalah kewajiban resmi anggota staf dan sebagai
pengganti dari pelaksana kewajiban ini mereka menerima hadiah uang (gaji) dari
perusahaan.
Dermawan
yang terorganisir menyediakan contoh lain pertukaran sosial tak langsung.
Berbeda dari cara lama dimana wanita penderma yang membawa keranjangnya sambil
membagi – bagikan hadiah kepada orang miskin dan langsung menerima ucapan
terima kasih dan penghargaan dari mereka, dalam pemberian derma terorganisir
dimasa kini tak ada kontak langsung dan pertukaran antara donor individual dan
para penerima derma itu. Pengusaha kaya dan anggota kelas atas mengumpulkan
derma sesuai dengan harapan normatif yang berlaku dikalangan kelas sosial
mereka dan memperoleh persetujuan sosial dari kawan – kawan mereka, bukan untuk
mendapatkan terima kasih dari individu yang mendapatkan manfaat dari derma yang
mereka berikan (Blau, 1964:260).
Konsep
norma menurut Blau ini mengalihkan pertukaran Blau ke tingkat pertukaran antara
individu dan kolektifitas, tetapi konsep nilai mengalihkan perhatiannya
ketingkat kehidupan kemasyarakatan pada skala terluas dan keuapaya menganalisis
hubungan antara kolektivitas. Blau mengtakan:
Nilai bersama yang terdiri deri berbagai
jenis dapat dibayangkan sebagai media transaksi sosial yang memperluas batas
interaksi sosialdan struktur hubungan sosial melalui waktu dan ruang sosial.
Konsesus mengenai nilai sosial menyediakan basis untuk memperluas jarak
transaksi sosial melampaui batas umur manusia. Standar nilai dapat dianggap
sebagai media kehidupan sosial dalam dua arti istilah itu; konteks nilai adalah
medium yang mencetak bentuk hubungan sosial; dan niali bersama berfungsi
menghubungkan antara kelompok dan transaksi sosial pada tingkat skala luas
(Blau, 1964:263 – 264).
Misalnya
nilai khusus (particularistic values) berfungsi sebagai media integrasi dan
solidaritas. Niali ini membantu mempersatukan anggota sebuah kelompok berkenaan
dengan sesuatu hal seperti patriotisme atau mengenai kualitas sekolah atau
perusahaan. Nilai ini dipandang sebagai kesamaan perasaan ditingkat kolektif
yang mempersatukan individu atas dasar hubungan tatap muka. Tetapi, nilai ini
dapat memperluas ikatan pergaulan melampaui batas daya tarik personal belaka.
Nilai partikularistik ini juga membedakan orang menjadi dua golongan , yakni
yang termasuk anggota kelompok. Dengan demikian, nilai ini meningkatkan fungsi
mempersatukannya.
Analisis
Blau ini membawa kita semakin jauh dari teori pertukaran versi Homans. Individu
dan perilaku individu yang terpenting bagi Homans, hampir lenyap dalam konsepsi
Blau. Blau mengganti peran individu dengan berbagai jenis fakta sosial. Sebagai
contoh, Blau membahs tentang kelompok, organisasi, kolektivitas, masyarakat,
norma dan nilai. Analisis Blau memusatkan perhatian pada faktor yang
mempersatukan unit – unit sosial pada tingkat skala luas dan faktor yang
memisahkannya ke dalam bagian – bagian kecil jelas menjadi sasaran perhatian
pakar fakta sosial.
Meski
Blau menyatakan bahwa ia hanya memperluas teori pertukaran ke tingkat
kemasyarakatan, dalam berbuat demikian ia membalikkan teori pertukaran keluar dari yang diakui semula. Ia bahkan
terpaksa mengakui bahwa proses pertukaran yang terjadi di tingkat
kemasyarakatan berbeda secara fundamental dari proses pertukaran di tingkat
individual. Dalam upaya memperluas teori pertukaran, Blau hanya mengubahnya
menjadi teori tingkat makro yang lain saja. Blau rupanya menyadari bahwa teori
pertukaran terutama memusatkan perhatian pada hubungan tatap muka. Akibatnya,
perlu dilengkapi dengan orentasi teoritis lain yang memusatkan perhatian pada
struktur makro. Blau (1987b/1994) kini secara tegas mengakuinya dan karyanya
yang lebih kemudian menekankan pada tingkat makro, pada fenomena struktural.
Karya Richard Emerson dan muridnya
Tahun
1962 Emerson menerbitkan naskah tentang hubungan kekuasaan dan ketergantungan.
Namun dua esai yang ditulistahun 1972 menandai awal tahap baru perkembangan
teori pertukaran sosial (Molm dan Cook 1995:215; Cook dan Whitmeyer,2000). Molm
dan cook melihat tiga tiga faktor mendasar yang mendorong perkembangan teori
pertukaran sosial baru ini. Pertama, Emerson telah tertarik dengan teori pertukaran
ketika menyusun naskah tentang hubungan kekuasaan dan ketergantungan. Teori
pertukaran dijadikan sebagai kerangka acuan. Menurutnya, kekuasaan adalah pusat
perhatian teori pertukaran sosial. Kedua, ia merasa bahwa ia dapat menggunakan
behaviorisme sebagai basis teori pertukarannya, namun dengan dengan
menghindarkan masalah yang telah menimpah Homans. Homans dan teoritisi
pertukaran sosial lain dituduh menganggap aktor individual terlalu rasional,
namun Emerson merasa dapat menggunakan behaviorisme tanpamenganggap aktor itu
tanpa rasional. Emerson pun yakin ia dapat menghindarkan masalah tautologi yang
menjerat Homans.
Homans meramalkan perilaku pertukaran
individual dari penguatan yang diberikan oleh aktor lain, tetapi tanggapan dan
penguatan tak mempunyai makna yang bebas menurut psikologi. Menurut defenisi,
penguat adalah rangsangan yang mengakibatkan meningkatnya atau dipertahankannya
tanggapan berulang kali (Molm dan Cook, 1995:214).
Emerson
pun merasa dapat menghindari tuduhan sebagai penganu reduksionisme (yang
dituduhkan kepada Homans) karena mampu mengembangkan perspektif pertukaran yang
sanggup menjelaskan fenomena tingkat makro. Ketiga, tak seperti Blau yang
terpaksa percaya pada penjelasan berdasarkan fenomena normatif, Emerson ingin
menjelaskan struktur dan perubahan sosial dengan menggunakan “hubungan sosial
sebagai blok bangunan yang merentang tingkat analisis yang berbeda” (Molm dan
Cook, 1995:215). Lagi pula aktor menurut sistem teori Emerson dapat berupa
individual atau struktur sosial lebih besar (walaupun struktur berfungsi
melalui agen). Jadi, waktumembangunteori tentang struktur sosial, Emerson
menggunakan prinsip psikologi perilaku.
Dalam
dua esai yang diterbitkan tahun 1972, Emerson membangun landasan teori
pertukarannya yang utuh. Dalam esainya yang pertama (1972a) ia menjelaskan
basis psikologi pertukaran sosial, sedangkan dalam esai kedua (1972b) ia
beralih ke tingkat makro, hubungan pertukaran dan struktur jaringan. Kemudian
ia membuat hubungan mikro – makro yang lebih tegas: “aku mencoba mengembangkan
teori pertukaran dan riset dari tingkat analisis mikro ke tingkat makro melalui
studi struktur jaringan pertukaran”. (Dikutip dalam Cook, 1987b:212). Seperti
dikemukakan karen Cook (murid terpenting Emerson), struktur jaringan pertukaran
itulah yang menempati posisi sentral dalam hubungan mikro – makro: “dengan
menggunakan peluang untuk membangun teori yang menjembatani jurang konseptual
antara individua yang terisolasi atau hubungan duaan dan kumpulan individu yang
lebih besar (seperti kelompok formal,
atau asosiasi, organisasi, pertentangan, partai politik, dan sebagainya)”.
(1987b:219).
Baik
Emerson maupun Cook menerima dan memulai dengan premis – premis teori
pertukaran tingkat mikro yang mendasar. Emerson misalnya, mengatakan, teori
pertukaran memusatkan perhatian utamanya pada keuntungan yang di dapat orang
dari dan kontribusi yang disumbangkannya dalam proses interaksi sosial,
(1981:31). Lebih khusus lagi, Emerson menerima prinsip behavioristis sebagai
pangkal tolak analisisnya . emerson (1981:33) menguraikan tiga inti asumsi
teori pertukaran.
1.
Orang yang merasa persaingan
bermanfaat baginya cenderung bertindak “secara rasional” begitu persaingan itu
terjadi.
2.
Karena orang akhirnya merasa jemu
dengan persaingan maka manfaat persaingan itu tak akan makin berkurang.
3.
Manfaat yang didapatkan orang
melalui proses sosial terganting pada manfaat yang mampu mereka berikan dalam
pertukaran, memberikan teori pertukaran, pemusatan perhatiannya pada aliran
manfaat melalui interaksi sosial.
Ketiga
asumsi ini berkaitan erat, tetapi Emerson mulai menunjukkan ciri behavioristis
orientasi teori pertukaran, menurut arah yang berbeda dibagian akhir esai
pertamanya 1972dengan mengatakan: “tujuan utama di bab ini adalah menggabungkan
dua teori operan ke dalam kerangka yang dapat menangani situsi yang lebih
kompleks ketimbang yang dihadapi psikologi operan (1972b:48).
Tema
ini membuka esai kedua 1972: “tujuan esai ini adalah mulai membangun teori
pertukaran sosial yang memperlakukan struktur sosial sebagai variabel yang
terpengaruh” (Emerson, 1972b:58), dalam esai pertama 1972 Emerson memusatkan
perhatian pada aktor tunggal yang terlibat dalam hubungan pertukaran dengan
lingkungannya (contoh, seorang yang tengah memancing di sebuah danau). Sedangkan
dalam esai kedua ia kembali kehubungan pertukaran sosial dan ke jaringan
pertukaran.
Dalam
teori pertukaran tingkat makro Emerson, para aktornya dapat berupa individu
maupun kolektivitas. Ia memusatkan perhatian pada hubungan pertukaran antar
aktor, sebuah jaringan pertukaran mempunyai komponen sebagai berikut (Cook, et
al 1983:277):
1.
Adanya sekumpulan aktor individu
atau aktor kolektif
2.
Sumber yang bernilai
terdistribusikan di kalangan aktor
3.
Ada sekumpulan peluang pertukaran
diantara semua aktro dalam jaringan itu
4.
Hubungan pertukaran atau peluang
pertukaran ada di antara aktor
5.
Hubungan pertukaran saling
berkaitan dalamsebuah struktur jaringan tunggal.
Singkatnya,
sebuah jaringan pertukaran adalah sebuah struktur sosial khusus yang dibentuk
oleh dua aktor atau lebih yang menghubungkan hubungan pertukaran diantara aktor
(Cook, et al., 1983:277).
Kaitan
antara hubungan pertukaran sangat penting artinya untuk menghubungkan
pertukaran antara dua aktor dengan fenomena tingkat makro (yamagishi, Gillmore
dan Cook 1985:835).
Masing
– masing relas pertukaran dilekatkan dalam jaringan pertukaran yang lebih besar
yang terdiri dari seperangkap relasi pertukaran yang saling berhubungan.
Denganmmenghubungkannya, itu berarti bahwa pertukaran dalam satu hubungan akan mempengaruhi
pertukaran dalam hubungan lain.
Jadi,
dapata dikatakan bahwa dua pasang hubungan pertukaran. A – B dan A – C membuat sebuah jaringan minimal (A
– B – C) bila pertukaran dalam satu pasangan tergantung pada pertukaran dalam
pasangan yang lain. Untuk membangun sebuah jaringa pertukaran, tak cukup bagi
A,B, dan C mempunyai keanggotaan bersama; harus ada hubungan ketergantungan
antara pertukaran dalam A – B dan C. Misalnya, abe mungkin menukar informasi
dengan Bill tentang politik kantor dan bill mungkin menukar pelayanandengan
Cathy, tetapi pertukaran itu tidak akan memunculkan jaringan, kecuali informasi
Abe memengaruhi pertukaran Bill dengan Cathy, entah itu secara positif atau
negatif.
Ketergantungan
kekusaan (power-dependence). Emerson mendefenisikan kekuasaan sebagai “tingkat
biaya potensial yang menyebabkan seorang aktor dapat memaksa aktor lain
”menerima”, sedangkan ketergantungan melibatkan “tingkat biaya potensial yang
diterima seorang aktor dalam suatu relasi” (1972b:64). Defenisi ini mengarah ke
teori kekuasaan – ketergantungan Emerson yang dirangkum Cook dankawannya
sebagai berikut: “kekuasaan seseorang atas orang lain dalam hubungan pertukaran
adalah kebalikan fungsi ketergantungannya terhadap orang lain” (1988:837).
Kekuasan yang tak seimbag dan ketergantungan menyebabkan ketidak seimbangan
dalam hubungan, tetapi melalui perjalanan
waktu ketimpangan ini akan bergerak menuju hubungan kekuasaan –
ketergantungan yang makin seimbang.
Molm
dan Cook (1995) menganggap ketergantungan sebagai konsep penting dalam karya
Emerson. Molm menyatakan “saling ketergantungan aktor satu sama lain adalah
faktor struktural yang menentukan interaksi mereka dan kekuasaan mereka satu
sama lain” (1988:109). Emerson menerangkan
: “ketergantungan aktor A terhadap aktor B adalah (1) secara
proporsional berkaitan langsung dengan investasi motivasi A” dalam mencapai
tujuan yang diantarai oleh B dan (2) secara proporsional berhubungan terbalik
dengan ketrsediaan (availability) tujuan
A diluar hubungan A – B.” (1962:32). Jadi pengertian ketergantungan berkaitan
dengan pengertian Emerson tentang kekuasaan, “kekuasaan A terhadap B setara
dengan berdasarkan atas ketergantungan B terhadap A” (1962:33). Ada
keseimbangan dalam hubngan antara A dan
B bila ketergantungan A terhadap B setara dengan ketergantungan B terhadap A.
Dimana ada ketakseimbangan dalam ketergantungan, maka aktor yang kurang
ketergantungannya beruntung dalam arti kekuasaan. Jadi, kekuasaan adalah
potensi yang senantiasa ada dalam struktur hubungan antara A dan B.
Kekuasaanpun dapat digunakan untuk mendapatkan hadiah dari hubungan antara dua
pihak. Bahkan dalam hubungan yang seimbangpun kekuasaan itu ada, meski tak
seimbang.
Studi
tentang kekuasaan-ketergantungan menekankan pada hasil positifnya kemampuan
untuk memberi hadiah terhadap orang lain. Tetapi, dalam serentetan studi, Molm
(1988, 1989, 1994, 1997) menekankan pada hasil negatifnya pada kekuasaan
menghukum dalam hubungan kekuasaan ketergantungan. Artinya, kekuasaan dapat
berasala dari kemampuan memberi hadiah maupun dari kemampuan menghukum orang
lain. Molm menemukan bahwa kekuasaan menghukum umumnya lebih lemah daripada
kekuasaan memberi hadiah, sebagian disebabkan tindakan menghukum mendatangkan
reaksi negatif. Ini berarti bahwa resiko meningkatnya reaksi negatif adalah
bagian penting dalam kekuasaan menghukum.
Tetapi,
dalam studinya terakhir Molm (1994) mendapat kesan, bahwa kekuasaan menghukum
yang relatif lemah itu mungkin disebabkan fakta bahwa kekuasaan itu digunakan
secara luas dan bukan karena secara hakiki kurang efektif dibandingkan dengan
kekuasaan memberi hadiah. Molm, Quist, dan Wisely (1994) menemukan bahwa
penggunaan kekuasaan menghukum lebih
besar kemungkinannya di anggap adil karena digunakan oleh orang yang juga
mempunyai kekuasaan memberi hadiah, tetapi dianggap tak adil jika partnernya
mengharapkan hadiah.
Teori pertukaran yang lebih integratif.
Cook, o’ Brien, dan Kollock (1990) merumuskan teori pertukaran dalam arti yang
secara hakiki bersifat integratif, yang memusatkan perhatian pada pertukaran
diberbagai tingkat analisis termasuk pertukaran di kalangan individu yang
saling berhubungan, perusahaan, dan bahkan bangsa – bangsa. Mereka mengenali
dua untaian pemikiran tentang pertukaran. PERTAMA, di tingkat mikro yang
memusatkan perhatian pada perilaku sosial sebagai pertukaran. KEDUA, di tingkat
yang lebih makro, yang memandang struktur sosial sebagai pertukaran. Mereka
melihat kekuatan teori pertukaran dalam integrasi mikro-makro karena “termasuk
ke dalam proposisi teoritistunggal yang dapat digunakan untuk aktor individual
maupun untuk tingkat makro dan mencoba merumuskan secara tegas akibat perubahan
di satu tingkat analisis terhadap tingkat analisis lain” (Cook, O’Brien dan
Kollock, 1990:175).
Cook
dan kawannya mengidentifikasi tiga kecenderungan kontemporer, ketiganya
menunjuk kearah teori pertukaran yang makin terintegrasi. Pertama, meningkatnya
penggunaan riset lapangan yang memusatkan perhatian pada masalah yang lebih
makroskopik yang dapat melengkapi penggunaan eksperimen laboratorium secara
tradisional untuk mempelajari masalah mikroskopik. Kedua, terjadinya pergeseran
pemikiran substantif yang menjauhkan diri dari pemusatan perhatian terhadap
hubungan duaan dan mengarah kejaringan pertukaran lebih luas. Ketiga, dan paling penting, adalah
adanya upaya terus menerus untuk menyitesiskan teori pertukaran dan sosilogi
struktural, terutama teori jaringan.
Cook,
O’ Brien, dan Kollock juga membahas keuntungan yang didapat dari penyatuan
wawasan yang berasal dari berbagai jenis teori mikro lain. Teori pembuatan
keputusan menawarkan “pemahaman yang lebih baik tentang cara aktor membuat
pilihan yang berkaitan dengan transaksi” (Cook, et al., 1990:168). Lebih umum
lagi ilmu kognitif (termasuk antropologi kognitif dan kecerdasan buatan)
memberika lebih banyak penjelasan mengenai cara aktor memahami, memproses, dan
mendapatkan kembali informasi” (Cook, et al., 1990: 168). Simbolik
interaksionisme menawarkan pengetahuan mengenai cara aktor saling mengirimkan
isyarat tujuan mereka satusam lain dan ini penting untuk membangun kepercayaan
dan komitmen dalam hubungan pertukaran. Sangat umum lagi, mereka memandang
versi sintesis teori pertukaran mereka diperlengkapi dengan baik untuk
menganalisis masalah yang sangat penting tentang hubungan agen-struktur.
Menurut mereka, teori pertukaran adalah salah satu dari sejumlah terbatas orientasi teoritis dalam ilmu sosialyang
secara tegas mengonseptualisasikan tujuan aktor dalam hubungan dengan struktur
(Cook, et al., 1990:172).
Ada
sejumlah contoh terbaru dari upaya yang dilakukan dari pakar teori pertukaran
untuk menyintesiskan pendekatan mereka dengan orientasi teoritis lain. Sebagai
contoh, Yamagishi dan Cook (1993) telah mencoba menyatukan teori pertukaran
dengan teori dilema sosial (Yamagishi, 1995), sesuatu yang berlainan dari teori
pilihan sosial berasal dari konsep hubungan diadik yang terkenal tentang dilema
narapidana dan riset tentang dilema itu. Dilema sosial adalah sesuatu yang
membutuhkan jenis struktur dorongan khusus, seperti (1) bila seluruh anggota
kelompok bekerja sama, semua memperoleh keuntungan, sebaliknya (2) untuk masing
– masing individu, akan lebih menguntungkan tidak bekerja sama (Yamagishi dan
Cook, 1993:236). Yamagishi dan Cook menemukan bahwa sifat hubungan sifat pertukaran
dan struktur mempengaruhi cara orang menghadapi dilema sosial.
Dalam
upaya lain, Hegtvedt, Thompson, dan Cook (1993) mencoba menyatukan teori
pertukaran dan atu pendekatan yang menjelaskan proses kognitif, yakni teori
hubungan. Integrasi dengan teori ini memberikan teori pertukaran sebuah
mekanisme untuk menguraikan cara orang memahami dan membuat hubungan sedangkan
teori pertukaran mengimbangi kelemahan teori hubungan dengan menguraikan
penyebab struktur sosial dan akibat perilaku dari hubungan (Hegtvedt, Thompson,
dan Cook, 1993:100). Dengan demikian mereka mendapatkan dukungan untuk
merumuskan hipotesis bahwa kekuasaan dirasakan berhubungan dengan posisi
kekuasaan struktural seseorang dan orang yang merasakan dirinya sendiri
mempunyai kekuasaan lebih besar, adalah lebih besar kemungkinannya
menghubungkan hasil pertukarannya dengan tindakan atau interaksi pribadi
(Hegtvedt, Tompson dan Cook 1993:104). Meski tak mendapat dukungan sepenuhnya
dari perumus hipotesis ini, namun studi ini menunjukkan pentingnya mempelajari
hubungan antara struktur sosial, proses kognitif (persepsi hubungan), dan
perilaku.
Satu
usulan penting diajukkan oleh Meeker (1971) yang akan memutuskan teori
pertukaran dari ketergantungannya pada teori pilihan rasional dan mengizinkan integrasinya
dengan variasi teori agen mikro. Meeker menyarankan agar rasionalitas
ditetapkan sebagai astu tipe aturan pertukaran dan pertukaran itu sendiri dapat
didasarkan pada aturan – aturan lain, seperti altruisme, kompetisi, timbal
balik dan konsistensi status.
Pada
tahun – tahu belakangan ini, teori pertukaran mulai bergerak keberbagai arah
yang berbeda (Molm, 2001). Pertama, ada peningkatan perhatian pada resiko dan
ketidak pastian dalam hubungan pertukaran
(Kollock, 1994). Misalnya, satu aktor mungkin memberikan hasil yang
berharga pada aktor lain tanpa menerima imbalan yang berharga. Kedua, minat
terhadap resiko menimbulkan perhatian pada kepercayaan (trust) dalam relasi pertukaran. Isunya
adalah: dapatkah satu aktor mempercayai aktor lain untuk saling berhubungan
secara timbal balik ketika hasil yang dinilai sudah disediakan? Ketiga ada isu
terkait tentang aktor yang mereduksi resiko dan meningkatkan kepercayaan dengan
mengembangkan seperangkat komitmen bersama (Molm, 1997). Ini pada gilirannya terkait
dengan isu yang ke Empat meningkatnya perhatian pada kasih sayang dan emosi
dalam teori yang selama ini didominasi oleh fokus pada aktor yang mementingkan
diri sendiri. Kelima, sementara sebagian besar teori pertukaran berfokus pada
struktur, ada peningkatan minat pada perluasan sifat dan peranaktor dalam teori
pertukaran. Dari segi isu yang perlu diperhatikan, Molm mengatakanbahwa teori
pertukaran cenderung berfokus pada struktur pertukaran dan masih perlu lebih
banyak memperhatikan perubahan atau dinamika pertukaran. Terakhir, arah baru
yang paling mendapat perhatian dewasa ini adalah inetgrasi teori pertukaran
dengan teori jaringan. Kita akan membahas teori pertukaran jaringan ini setelah
kita mendiskusikan teori jaringan.
TEORI
JARINGAN
Para
analisis jaringan (misalnya white 1992; wasserman dan faust, 1994; welman dan
berkowitz, 1988/1997) berupaya membedakan pendekatan mereka dari pendekatan
sosiologi yang disebut Ronald Burt”atomistis” atau “normatif” (Burt, 1982; lihat juga Granovetter, 1985).
Sosiologi yang berorientasi otomatis memusat kan perhatian pada aktor yang
membuat keputusan dalam keadaan terisolasi dari aktor lain. Lebih umum lagi, mereka memusat kan perhatian
pad “ciri pribadi” aktor (Wellman, 1983). Pendekatan otomistis di tolak karena
terlalu mikroskopik dan mengabaikan hubungan antara aktor. Seperti di kata kan
Barry Wellman, “tugas menjelas kan motif individual lebih baik di serah kan
pada psikolog” (1983:163). Jelas ini berarti penolakan terhadap sejumlah teori
sosiologi yang menekan kan pada motif.
Menurut pandangan pakar teori jaringan, pendekatan normatif
memusat kan perhatian terhadap kultang menanam kan (internalization) norma dan nilai kedalam diri aktorur dan
proses sosialisasi y. Menuru pendekatan normatif, yang mempersatukan orang
secara bersama adalah sekumpulan gagasan bersama. Pakar teori jaringan menolak
pandangan demikian dan menyatakan bahwa orang harus memusat kan perhatian pada
pola ikatan objektif yang meng hubung kan anggota masyarakat (Mizruchi, 1994).
Willman mengungkapkan pandangan ini.
Analisis
jaringan lebih ingin mempelajari keteraturan individu atau kolektifitas
berperilaku ketimbang keteraturan
keyakinan tentang bagaimana mereka seharus nya berperilaku. Karena itu pakar analisis jaringan mencoba menghindar kan
penjelasan normatif dari perilaku sosial. Mereka menolak setia penjelasan nonstruktural yang
memperlakukan proses sosial sama dengan
penjumlahan ciri pribadi aktor individual dan norma yang ter tanam
(Wellman,
1983:162)
Setelah menjelas kan apa yang bukan menjadi sasaran perhatian nya, teori
jaringan lalu menjelas kan sasaran perhatian utama nya, yakni pola objektif
ikatan yang meng hubung kan anggota
masyarakat (individu dan kolektifitas). Wellman mengungkap kan sasaran
perhatian utama teori jaringan sebagai berikut:
Analisa jaringan memulai dengan gagasan sederhana namun sangat kuat,
bahwa usaha utama sosiolog adalah mempelajari struktur sosial adalah
menganalisis pola ikatan yang menghubung kan anggota nya. Pakar analisis
jaringan menelusuri struktur bagian yang berada di bawah pola jaringan biasa
yang sering muncul kepermukaan sebagai sistem sosial yang kompleks... Aktor dan
perilaku nya di pandang sebagai di paksa oleh struktur sosial ini. Jadi,
sasaran perhatian analisis jaringan bukan pada aktor sukarela, tetapi pada
paksaan struktural ( Wellman, 1983:156-157).
Satu ciri khas teori jaringan adalah pemusatan perhatianya pada struktur
mikro hingga makro. Artinya, bagi teori jaringan, aktor mungkin saja individu
(Wellman dan Wortley,1990),tetapi mungkin pula kelompok, perusahaan(Baker,1990;
clawson, Neustadtl, dan Bearden, 1986;Mizruchi dan koening,1986) dan
masyarakat.Hubungan dapat terjadi di tingkat struktur sosial skala luas maupun
di tingkat yang lebih mikroskopik. Granoveter melukis kan hubungan di tingkat
mikro itu seperti tindakan yang
“melekat” dalam hubungan pribadi konkret dan dalam struktur (jaringan)
hubungan itu”(1985:490). Hubungan ini berlandas kan gagasan bahwa setiap
aktor(individu atau kolektifitas) mempunyai akses berbeda terhadap sumber daya
yang bernilai (kekayaan, kekuasaan, informasi). Akibat nya adalah bahwa sistem
yang terstrutur cenderung terstratifikasi, komponen tertentu tergantung pada
komponen yang lain.
Satu aspek penting analisis jaring adalah bahwa analisa ini menjauh kan
sosiolog dari studi tentang kelompo dari studi tentang kelompok dan kategori
sosial dan mengarah kan nya untuk mempelajari ikatan di kalangan dan antar
aktor yang “tak terikat secara kuat dan tak sepenuh nya memenuhi persyaratan
kelompok” (Wellman, 1983:169). Contoh yang baik dari ikatan seperti ini di
ungkap dalam karya Granoveter (1973:1983)
tentang ikatan kuat dan lemah” Granoveter membeda kan antara ikatan yang
kuat, misalnya hubungan antara seseorang dengan teman karib nya, dan ikatan
yang lemah, misal nya hubungan seseorang dengan kenalan nya. Sosiolog cenderung
memusat kan perhatian pada orang yang mempunyai ikatan yang kuat atau kelompok
sosial. Mereka cenderung menganggap ikatan yang kuat itu penting, sedangkan
ikatan yang lemah di anggap tak penting untuk di jadi kan sasaran studi
sosiologi. Granoveter menjelas kan bahwa ikatan yang lemah dapat menjadi sangat
penting. Contoh, ikatan lemah antara dua aktor dapat membantu sebagai jembatan
antara dua kelompok yang kuat ikatan internal nya. Tanpa ada nya ikatan yang
lemah seperti itu, kedua kelompok mungkin akan terisolasi secara total.Isolasi
ini selanjut nya dapat menyebab kan sistem sosial semakin terfragmentasi.
Seorang individu tanpa ikatan lemah akan merasa diri nya terisolasi dalam
sebuah kelompok yang ikatan nya sangat kuat dan akan kekurangan informasi
tentang apa yang terjadi di kelompok lain maupun di dalam masyarakat lebih
luas. Karena itu ikatan yang lemah mencegah isolasi dan memungkin kan individu
mengintegrasi kan diri nya dengan lebih baik kedalam masyarakat lebih
luas. Meski Granoveter menekan kan
penting nya ikatan yang lemah, ia segera menjelas kan bahwa “ikatan yang kuat pun mempunyai nilai” (1983:209;
lihat bian, 1997). Misal nya orang yang mempunyai ikatan kuat memiliki motivasi
lebih besar untuk saling membantu dan lebih cepat untuk saling memberi kan
bantuan.
Teori jaringan relatif masih
baru dan belum berkembang. Seperti di katakan Burt, “kini ada semacam federasi
longgar dari berbagai pendekatan yang dapat di golong kan sebagai analisis
jaringan” (1982:20). Tetapi, pendekatan ini kini mengalami perkembangan, di
bukti kan oleh sejumlah artikel dan buku yang diterbit kan berdasar kan
perspektif jaringan ini dan sudah ada pula sebuah jurnal(Social Network) yang
menerbit kan karya teoritis jaringan. Meski merupakan gabungan longgar dari
berbagai pemikiran, namun teori jaringan ini bersandar pada sekumpulan prinsip
yang berkaitan logis (Wellman, 1983). Prinsip nya itu adalah seperti berikut.
Pertama, ikatan antara aktor biasa nya adalah simetris baik dalam kadar kadar maupun
intensitas. Aktor saling memasok dengan sesuatu yang berbeda dan mereka berbuat demikian dengan intensitas yang makin
besar atau makin kecil. Kedua, ikatan
antara individu harus di analisa dalam konteks struktur jaringan lebih
luas. Ketiga, terstruktur nya ikatan
sosial menimbul kan berbagai jenis jaringan nonacak. Di satu pihak, jaringan
adalah transitif (transitive): bila ada
ikatan antara A,B,dan C, ada kemungkinan ada ikatan antara A dan C, akibat nya
adalah bahwa lebih besar kemungkinan ada nya jaringan yang meliputi A,B dan C.
Di lain pihak, ada keterbatasan tentang berapa banyak hubungan yang dapat muncul dan seberapa kuat nya hubungan
itu dapat terjadi. Akibat nya adalah juga ada kemungkinan terbentuk nya
kelompok-kelompok jaringan dengan batas tertentu, yang salin terpisah satu sama
lain. Ke empat, ada nya kelompok jaringan menyebab kan tercipta nya hubungan
silang antara kelompok jaringan maupun antara individu. Kelima ada ikatan
simetris antara unsur-unsur di dalam
sebuah sistem jaringan dengan akibat bahwa sumber daya yang terbatas akan
terdistribusi kan secara tak merata.Ke
enam terakhir, distribusi yang timpang
dari sumber daya yang terbatas menimbul kan baik itu kerja sama maupun
kopentensi. Beberapa kelompok akan bergabung untuk mendapat kan sumberdaya yang
terbatas itu dengan berkerja sama, sedangkan kelompok lain bersaing dan
memperebut kan nya. Jadi, teori jaringan berkualitas dinamis ( Rosenthal et
al., 1985), dengan struktur sistem akan berubah bersamaan dengan terjadi nya
pergeseran pola koalisi dan konflik.
Suatu contoh, Mizruchi (1990) memusat kan
perhatian pada masalah kepaduan (kohesi)
perusahaan dan hubungan nya dengan kekuasaan. Ia menyata kan bahwa,
secara historis, kohesi telah di devenisi kan dalam dua cara berbeda. Pertama
atau menurut pandangan subjektif,
“kohesi adalah fungsi perasaan
anggota kelompok yang menyama kan diri nya dengan kelompok, khusus nya perasaan
bahwa kepentingan individual mereka di
kait kan dengan kepentingan kelompok” (Mizruchi, 1990:21). Penekanan nya disini
adalah padasistem normatif, dan kohesi di hasil kan baik melalui internalisasi sistem normatif
maupun oleh tekanan kelompok. Ke dua,
menurut pandangan objektif, bahwa “ solidaritas dapat di pandang sebagai
tujuan, sebagai proses yang dapat di amati bebas dari perasaan individual” (Mizruchi, 1990:22). Sejalan dengan pandangan
teori jaringan, Mizruchi turun ke sisi pendekatan objektif terhadap kohesi.
Mizruchi melihat kesamaan
perilaku bukan hanya sebagai hasil kohesi, tetapi juga sebagai hasil kesetaraan
struktural. Aktor yang setara secara struktural adalah mereka yang mempunyai
hubungan yang sama dengan aktor lain dalam struktur sosial” (1990:25). Jadi,
kesetaran struktural ada di kalangan perusahaan meski di kalangan perusahaan
itu tak ada komunikasi. Mereka berperilaku menurut cara yang sama karena mereka
berkedudukan dalam hubungan yang sama dengan beberapa kesatuan lain dalam
struktur sosial. Mizruchi menyimpul kan bahwa kesetaran struktural besar
peranan nya sebagai pemersatu dalam menerang kan kesamaan perilaku. Mizruchi
memberi kan peran penting pada kesetaraan struktural yang secara tak langsung
menekan kan penting nya peran jaringan hubungan sosial.
Teori jaringan yang lebih
integratif. Ronald Burt (1982) telah mencoba membangun sebuah pendekatan
integratif, meski merupakan bentuk lain saja dari deternimisme struktural. Burt
memulai dengan mengungkap pemisahan di dalam teori tindakan antara orientasi
“atomistis” dan “normatif”. Orientasi atomistis berasumsi bahwa tindakan
alternatif dapat di nilai secara bebas oleh aktor tersendiri sehingga penilaian
dapat di buat tanpa merujuk pada aktor lain “sedangkan perspektif normatif di
tetap kan oleh aktor tersendiri di dalam sistem yang mempunyai kepentingan
saling tergantung sebagai norma sosial yang di hasilkan oleh aktor yang saling
mensosialisasi kan diri satu sama lain”(Burt,1982:5)
. Burt membangun perspektif yang “menghindarkan pemisahan antara
perspektif tindakan atomistis dan normatif. Perspektif nya ini kurang
menyintesis kan antara kedua nya. Jadi, lebih berfungsi sebagai perspektif
ketiga yang menjembatani antara kedua nya” (1982:8). Meski ia mengakui meminjam
dari ke dua perspektif lain itu, membangun perspektif yang di sebut nya perspektif
struktural. Perbedaan dari ke dua perspektif terdahulu itu terletak pada
tolak ukur untuk mempostulat kan
penilaian marjinal. Tolak ukur yang “digunakan perspektif struktural
adalah status aktor atau seperangkat peran yang di hasilkan oleh pembagian
kerja. Aktor menilai kegunaan berbagai alternatif tindakan sebagian dengan
memperlihat kan kondisi pribadi dan sebagian dengan melihat kondisi orang lain”
(1982:8). Ia melihat perspektif nya ini sebagai perluasan logika perspektif
atomistis dan sebagai “restriksi yang akurat secara empiris” terhadap teori
normatif.
Gambar 8.1 melukis kan teori
tindakan struktural Burt. Menurut uraian Burt tentang premis teori tindakan
struktural nya ini, “aktor menyadari berada di bawah paksaan struktur sosial”
(1982:9; lihat juga Mizruchi,1994). Menurut pandangan nya:
Aktor mengetahui diri nya sendiri
berada di dalam struktur sosial. Struktur sosial lah yang menetap kan kesaman
sosial mereka dan pola persepsi mereka tentang keuntunggan yang di dapat dengan
memilih salah satu dari beberapa alternatif tindakan yang tersedia. Pada waktu
bersamaan, struktur sosial membeda beda kan paksaan atas aktor menurt kemampuan
mereka melakukan tindakan, karena itu, akhir nya, tindakan yang di lakukan
adalah fungsi bersama aktor dalam mengejar kepentingan mereka hingga ke batas kemampuan
mereka di mana kepentingan dan kemampuan d pola kan oleh struktur sosial.
Akhir nya, tindakan yang di
lakukan dibawah paksaan struktursosial dapat mengubah struktur sosial itu
sendiri dan perubahan itu mempunyai potensi untuk menciptakan paksaan baru yang
akan di hadapi aktor di dalam Sruktur
(Burt,1982:9)
Kepentingan
aktor
2 3
3
Struktur sosial sebagai tindakan
Konteks tinda kan
1 4
TEORI PERTUKARAN JARINGAN
Teori
pertukaran jaringan (network exchange theory) mengombinasi kan teori pertukaran
sosial dan analisis jaringan. Kombinasi itu di asumsi kan menyempurnakan
kelebihan ke dua teori sambil memperbaiki kekurangan nya. Di situ sisi,
analisis jaringan mempunyai keunggulan mampu membangun representasi yang
kompleks dari interaksi sosial mulai dari model relasi sosial yang sederhana
dan dapat digambar kan, tetapi Cook dan Whitmeyer (1992:123) mengata kan bahwa
analisis ini mempunyai keunggulan karena memiliki model aktor tunggal yang
membuat pilihan berdasar kan mamfaat yang munkin di raih, Namun mempunyai
kekurangan karena ia melihat struktur sosial terutama sebagai hasil dari pilihan
individu ketimbang sebagai suatu determinan pilihan-pilihan tersebut. Secara
sederhana dapat di katakan bahwa teori jaringan mempunyai model struktur yang
kuat (jaringan relasi), tetapi mempunyai model yang lemah mengenai unsur
relasi, sementara teori pertukaran mempunyai model yang lemah. Model teori
pertukaran sosial dari pertukaran aktor untuk memperbesar keuntungan akan
melengkapi isi yang kurang di punyai analis jaringan, dan analisis jaringan
akan menyediakan model struktur sosial sebagai variabel independen yang kurang
di miliki oleh teori pertukaran.
Ide fudamental di balik teori
pertukaran jaringan adalah bahwa setiap pertukaran sosial terjadi dalam konteks
jaringan pertukaran sosial yang lebih besar. Apa-apa yang di pertukar kan
kurang penting dalam pendekatan ini jika di banding kan dengan berbagai ukuran,
bentuk, dan koneksi dari jaringan di mana pertukaran itu terjadi. Sebagaimana
teori pertukaran sosial, teori pertukaran jaringan terutama menitik berat kan
pada isu kekuasaan. Premis dasar nya adalah bahwa semakin besar kekuasaan si
aktor. Di asumsi kan bahwa peluang untuk pertukaran ini secara langsung
berkaitan dengan struktur jaringan. Sebagai akibat dari posisi mereka di dalam jaringan, aktor akan
berfariasi dalam peluang mereka untuk bertukar keuntungan dan karena nya akan
berfariasi dalam kemampuan nya untuk mengontrol atau mengakumulasi profit.
Emerson (1972a, 1972b) mengawali riset
pertentang jaringan pertukaran sosial terbatas oleh fokus nya pada dua orang,
atau relasi pertukaran diadik (dyadic). Dengan memperlakukan relasi-relasi itu sebagai relasi yang saling
berkaitan (interconnected), Emerson kemudian melngkah maju untuk melihat
pertukaran sebagai sesuatu yang di lekat kan pada struktur jaringan yang lebih
luas. Niat awal Emerson (1972b:58) adalah untuk mengembang kan “sebuh
teoripertukaran sosial di mana struktur sosial dianggap sebagai variabel
dependen” akan tetapi, riset nya segera menunjukan bahwa struktur sosial dapat
menjadi fariabel bebas; dengan kata lain, bukan hanya struktur yang di tentukan
oleh relasi pertukaran, tetapi juga relasi pertukaran di tentu kan oleh
struktur sosial.
Yamagishi, Gillmore, dan Cook
(1988) melanjut kan dengan mengait kan teori
pertukaran dan teori jaringan. Mereka mengatakan bahwa ke kuasan adalah
aspek sentral bagi teori pertukaran, tetapi kekuasan tidak dapat di kaji
denganbaik dalam hubungan dua pihak (dyad). Sebalik nya, kekuasan “secara
fundamental adalah fenomena struktur sosial” (yamagishi, Gillmore, dan Cook
1988:834). Teori yang memadai harus mengombinasi analisis relasi pertukaran
dengan analis keterkaitan antara relasi pertukaran tersebut. Untuk itu, bedasar
kan ide emerson mereka membangun gagasan tentang pertukaran yang saling terkait
secara positif atau negatif untuk menghasil kan predisi tentang distribusi
kekuasaan dalam jaringan.
Dalam artikel berikut nya, Cook dan Whitmeyer
(1992) menganalisa kemungkinan pengombinasian teori pertukaran dengan analisis
jaringan. Mereka melihat pada kesesuaian antara dua pandangan tentang aktor dan
tentang struktur. Mereka berkesimpulan bahwa ke dua teori pandangan aktor
tersebut pada dasar nya adalah sama, karena pada akhir nya semua teori
pertukaran secaraeksplisit mengasumsi kan bahwa aktor secara rasional mengejar
maksimalisasi kepentingan diri (self-interest) dalam bentuk apa pun, Sedangkan
kebanyakan teori analisis jaringan menganut asumsi yang sama meski secara lebih
implisit. Perbedaan utama nya adalah bahwa teori pertukaran memandang relasi
sosial yang membentuk struktur hanya pada term pertukaran aktual, sedang kan
analisis jaringan menolak semua bentuk
relasi, walaupun pertukaran itu terjadi atau tidak.
Perbedaan dalam devenisi relasi ini lah
yang merupakan perbedaan esensial antara jaringan pertukaran dan jenis jaringan
kepentingan (interest) untuk analisis jaringan. Teoritis pertukaran jaringan
hanya tertarik pada relasi pertukaran, sedangkan teoritis jaringan tertarik
pada banyak jenis relasi. Sebagai contoh, banyak studi jaringan memfokus kn
pada “sentralitas”. Ini mungkin berarti
bahwa keuntungan karena saling terkait dengan banyak orang yang berbeda.
Menurut teoritisi pertukaran jaringan menjadi “terkait “(linked) tidak cukup;
relasi harus merupakan salah satu dari pertukaran. Jadi, dalam contoh Abe,
Bill, dan Cathy di atas, Bill adalah “sentral” menurut teori pertukaran, hanya
jika Abe dan Bill serta Bill dan Cathy mempunyai sejenis pertukaran yang sama,
dan, selain itu, salah satu pertukaran dyad
memiliki sejenis efek yang sama terhadap pertukaran yang lain nya.
Sebalik nya, menurut analisis jaringan, keterkaitan itu sudah mencukupi, dan
sifat dari keterkaitan itu tidak relevan.
Kekuasan struktural
Satu dari
alasan untuk mengait kan teori pertukaran dengan analisis jaringan adalah agar
dapat bergerak melampaui analisis kekuasaan di dalam relasi diadik(dyadic) dan
dapat menganalisa distribusi kekuasaan dalam jaringan secara keseluruhan. Ini
menjadi salah satu dari topik paling penting dalam teori pertukaran jaringan
kontemporer. Dalam salah satu upaya pertama untuk melihat pada distribusi
kekuasaan dalam jaringan,Cook dan rekan nya (1983) mengembang kan teori
“vulnerability”. Mereka mengatakan bahwa determinasi kekuasaan dari suatu
posisi adalah di dasar kan pada banyaknya ketergantungan seluruh struktur
kepada posisi itu. Menurut mereka,
ketergantungan pada sistem yang luas ini adalah fungsi dari sentrallitas
struktural dari posisi tersebut dan sifat relasi kekuasaan ketergantungan.
Dengan kata lain, vulnerability melibat kan ketergantungan jaringan kepada
posisi struktural tertentu.
Usaha
penting lain nya untuk melihat pada distribusi kekuasaan dalam jaringan di
kembang kan oleh Markovsky, Willer dan rekan nya (Willer dan patton, 1987;
Markovsky, Willer dan patton,1988). Pendekatan ini menjadi sangat berpengaruh
sehingga biasa nya di beri nama network exchange theory, atau di singkat NET.
Teori ini mengansumsi kan bahwa kekuasaan di tentukan oleh struktur jaringan,
khusus nya ketersediaan koneksi alternatif diantara aktor. Teori ini
menggunakan graph-theoritical index (GPI) yang di dasar kan pada penghituman
jaringan alternatif dan model resistensi yang di dasar kan pada ekspektasi
aktor terhadap hasil untuk memprediksi kan kekuasaan relatif di dalam jaringan.
Struktur
kekuasaan yang kuat dan lemah
NET membeda kan antara dua tipe
jaringan kuat dan jaringan yang lemah yang di dasar kan pada apakah aktor dapat
di keluar kan dari pertukaran atau tidak. Jaringan kekuasaan yang kuat meliputi
beberapa aktor yang pasti di keluar kan (aktor kekuasaan trendah) dan aktor
lain yang tidak dapat di keluar kan(aktor kekuasaan tinggi). Misal nya, dalam
sebuah perusahaan, keputusan tentang siapa yang akan naik keposisi yang lebih di pertukar kan untuk
kerja yang di lakukan untuk bos yang dapat memberi kan posisi yang lebih
tinggi. Jika kita mengangsumsi kan bahwa hanya ada satu bos dan banyak
persaingan untuk posisi itu, maka kita akan mempunyai jaringan kekuasaan yang
kuat. Bos tidak dapat di keluuar kan dari pertukaran, sedangkan semua aktor
lain pasti keluar, kecuali satu orang. Teori
ini mempredisi kan bahwa aktor kekuasaan
tingggi dalam jaringan, ke kuasaan yang
kuat akan mendapat kan semua sumber daya yang tersedia. Dalam kasus ini,
para pesaing akan termotifasi untuk melakukan apa pun tugas yang di minta oleh
bos. Akan tetapi, jika kita memasukan bos lain kedalam jaringan itu, di mana
bos itu biasa juga mempromosikan seorang kompetitor, maka teori itu mempredisi
kan bahwa kedua bos itu akan berkurang kekuasaan nya karena kompetitor bersaing
merebut promosi akan mendapat kan satu alternatif untuk mendapat kan
pertukaran.
Maksud bos kedua tersebut akan membuat
struktur kekuasaan menjadilemah. Dalam struktur posisi yang lemah, semua posisi
rawan di keluar kan. Kehadiran bos ke dua berarti bahwa bos 1 dapat di keluar
kan dari pertukaran. Karena itu kompetitor dapat meberikan pelayanan kepada bos
yang akan mempromosi kan mereka dan pada saat yang sama bos itu tidak banyak
memberikan tugasdalam pertukaran. Dalam jaringan yang lemah posisi mungkin
mempunyai kemungkinan eksklusi yang berbeda. Misal kan, ada 20 kompetitor yang
merebut promosi jabatan dan ada dua bos. Ini membut kompetitor tentu akan lebih
mungkin di keluar kan ketimbang salah satu bos. Teori mempredisi kan bahwa
posisi yang lebih kecil kemungkinan nya untuk di keluar kan (bos) akan mendapat
kan ke untungan yang lebih proporsional ketimbang posisi yang lebih mungkin
untuk di keluar kan (kompetitor).
Salah satu keuntungan dari pengaitan
teori pertukaran dengan analisis jaringan adalah meluas nya pandangan tentang
agen (agency). Analisis jaringan cenderung mengecil kan agen dan berkonsentrasi
untuk mendeskripsi kan properti struktur tertentu. Teori pertukaran mengandung
model agen self-interest rasional, namun model ini mengabai kan kekuatan
agen untuk mengubah struktur guna memperkuat posisi tawar menawar mereka. Leik
(1992) menggunakan teori pertukaran jaringan untuk meneliti “manipulasi
strategi terhadap keterkaitan jaringan” yang di lakukan aktor. Ini menunjukan
bahwa posisi yang rendah, seperti kompetitor yang memperebut kan promosi,
mungkin mencari sumber promosi lain dalam rangka memperkuat posisi mereka,
sedangkan “aktor kekuasaan tinggih lebih memilih mengisolasi mereka yang
tergantung kepada nya” (Leik, 1992:316).
Disini perlu di sebut karakteristik
laindari teori jaringan yang lebih ambigu: cenderung nya (propensity) pada
eksperimen laboratorium. Kebanya kan dari perkembangan dari teori ini di dorong
oleh eksperimen dengan subjek tes yang terkontrol dalam kondisi laborat. Tentu
saja ini menguntungkan karena memampu kan untuk mengetes teori dalam kondisi
yang terkontrol, namun kelangkaan situasi ini di dalam sosiologi sering di kaji
menjadi sumber rasa malu (embarassment). Bahkan di dalam laboratorium sekali pun, prediksi teori akan
hilang jika subjek di izin kan mengenal efek tak seimbang dari pertukaran
mereka, karena masuk nya pertimbangan normatf (Molm, 2001:264). Ini berarti
bahwa hasil eksperimental harus di interpretasi kan secara hati hati ketika di
aplikasi kan ke interaksi sosial di luar laboratorium. Lebih jauh, kondisi
artifisial dari laboratorium dapat memuncul kan teori artifisial. Seperti di
kata kan Willer (1992:289), “Ketika suatu paradikma eksperimental yang mapan
mengatur apa yang akan dan tidak akan di investigasi, perkembangan teori
menjadi hanya satu sisi (one-sided) dan riset berfokus pada isu-isu yang tidak
punya arti penting atau tidak di ketahui arti penting nya di luar laboratorium.
“ sebagai contoh Willer mengutip minat pada jaringan kekuasan lemah. “Tak ada
yang meng kaji jaringan kekuasaan lemah di bidang tersebut. Oleh karna itu,
signifikansi empiris nya, bahkan eksistensi empiris nya, tidak di ketahui”
(Willer, 1999:2900).
Teori
Pilihan Rasional
Meski
di pengaruhi perkembangan teori pertukaran, teori pilihan rasional umum nya
berada di pinggiran aliran utama teori
sosiologi (Hechter dab kana zawa,1997). Melalui upaya jammes S. Coleman, teori ini menjadi salah satu teori
“hebat” dalam sosiologi masa kini ( chriss, 1995; lindenberg, 2000; Tilly,
1997). Di katakan demikian karena tahun 1989 Coleman mendiri kan jurnal rationallity and Society, yang bertujuan
menyebar kan pemikiran yang berasal dari persrektif pilihan rasional. Selain
dari itu, Colmen (1990) menerbit kan buku yang sangat berpengaruh, foundations of social Theory berdasar
kan perspektif pilihan rasional itu. Terakhir, Coleman menjadi president
the American Sociological Association
tahun 1992 dan memamfaat kan forum itu untuk mendorong kemajuan teori pilihan
rasional dan menamai nya “The rational Reconstruction of society” (Coleman,
1993b).
Karena kita telah menjelas kan prinsip
dasa teori pilihan rasional, ada guna nya di mulai dengan komentar pendahuluan
Coleman (1989) atas edisi pertama jurnal Rationality
and Society. Jurnal itu bersifat interdisipliner karena teori pilihan
rasional (Coleman menyebut nya “paradikma tindakan rasional”[1989:5]) adalah
satu-satu nya teori yang mungkin menghasil kan integrasi berbagai paradikma
sosiologi. Coleman dengan yakin menyatakan bahwa pendekatan nya beroperasi
mulai dari dasar metodologi individualisme dan dengan menggunakan teori pilihan
rasional sebagai landasan tingkat mikro untuk menjelas kan tingkat makro.
Bahkan yang lebih menarik adalah pendekatan Coleman tida “congenial.
Colman mempunyai bermacam karir hebat
dalam sosiologi; julukan “teoritis”
hanyalah beberapa dari satu julukan yang dapat di terap kan pada nya. Ia
menerima ph.D. dari universitas columbia tahun 1955, dan setahun kemudian ia
memulai karir akademis nya sebagai asisten profesor di Universitas Chicago
(tahun 1973, ia kembali lagi di universitas ini setelah 14 tahun menetap di
Uiversitas Johns dan melanjut kan karir nya d chicago hingga akhir hayat nya).
Di tahun yang sama ketika ia mulai mengajar di Chicago Coleman menjadi penulis
junior (bersama S. M. Lipset dan Martin A. Trow) salah satu studi yang menonjol
dalam sejarah sosiologi industri, berjudul union democracy (disertai coleman di
Colombia yang di bimbing oleh lipset, menganalisis beberapa masalah yang di
bahas dalam Union democracy). Coleman kemudian mengalih kan perhatian nya ke
studi tentang pemuda dan pendidi kan. Hasil puncak nya berupa laporan
pemerintah federal “(Coleman report”) yang membantu melahir kan kebijakan yang
sangat kontroversial mengenai pengangkutan anak sekolah dengan bus sebagai
metode untuk mencapai persamaan hal menurut ras di sekolah Amerika. Melalui karya
inilah Coleman mendapat kan pengalaman praktis yang jauh lebih besar dari pada
yang di dapati sosiolog Amerika lain nya. Selanjut nya ia mengalih kan
perhatian nya dari kehidupan praktis kesuasana murni sosiologi mate matika
(terutama introduction to Mathematical sociologi [1964] dan The Mathe Matics of collective Action[1973]).
Di tahun tahun kemudian Coleman beralih ke teori sosiologi terutama teori pilihan rasional dengan di terbit
kan nya buku foundations of social Theory
(Coleman, 1990) dan tahun 1989 mendiri kan jurnal rationallity andsociety. Kumpulan karya yang di terbit kan dalam
jurnal ini mencemin kan keanekaragaman yang hampir tak dapat di percaya dan itu
belum termaksud bahasan ringkas 28 buah buku dan 301 artikel yang tercatat di
ringkas oleh Colman.
Colman menerima gelar Bachelor of Science
dan Universitas Purdue tahun 1949 dan berkerja sebagai ahli kimia untuk Eastman
kodak sebelum masuk kedeprtemen sosial logi universitas columbia tahun 1951
Colman sangat di pengaruhi oleh Robert k. Merton (lihat Bab 3) terutama kuliah nya tentang
durkheim dan faktor sosial sebagai penentu perilaku individu. Ia pun mendapat pengaruh dari pakar.
Metodologi paul Lazars-feld. Minat nya terhadap metode kuantitatif dan
sosiologi matematis berasal dari Lazars feld. Seymour Martin Lipset adalah
orang ke tiga yang memengaruhi Coleman. Coleman di ajak Lipset menjadi anggota
tim junior riset Lipset, dengan demikian akhir nya berpatriti sipasi menyusun
laporan yang berjudul Union democracy. Demikian lah pendidikan S1 sudah memberi
Colman karya yang secara metodologis adalah holistis, mengembang di tingkat
sistem itu...pandangan tentang tindakan sebagai murni ungkapan perasaan belaka,
tak rasional, dan sepenuh nya di sebab kan oleh kekuatan dari luar tanpa di
antarai maksud atau tujuan aktor. Ia mengesamping kan karya empiris yang umum
nya di kerja kan dalam ilmu sosial yang memandang perilaku individu di jelas
kan oleh determinan atau faktor tertentu tanpa model tindakan apa pun (Coleman,
1959). Penguasa teori yang kuat, metode dan hubungan antara ke dua nya dalam
riset empiris ini lah model yang di cita-cita kan semua sosiolog. Berdasar kan
pengalaman itu Colman melukis kan fisi nya melalui studi sosiologi ketika ia
menamat kan S1 dan memulai karir profesional nya:
Sosiologi harus menjadi sistem sosial (yang
kecil atau yang besar) sebagai unit analisis nya ketimbang individu, namun
harus menggunakan metode kuantitatif, meninggal kan teknik-teknik yang tidak
sistemmatis yang membuka peluang keterlibatan kecendrungan peneliti dan menutup
peluang untuk meniru kan atau melaku kan penelitian ulang dan terbatas
kemampuan nya untuk menjelas kan. Mengapa saya dan mahasiswa lain di columbia
ketika itu mempunyai fisi ini? Saya yakin visi ini adalah kombinasi unik dari
visi merton dan Lazarsfeld.
(Coleman,
1994:30-31)
pendekatan Coleman telah berubah,
tetapi tak bayak yang di perkira kan nya. Contoh, mengenai mengenai karya nya
tentang permainan simulasi sosial di johns Hopkins di tahun 1960 an, ia
mengatakan, “karya itu menyebab kan saya mengubah orientasi teoritis saya dari
sifat yang tak hanya menentu kan tinda kan (seperti hasil studi Durkheim
tentang bunuh diri) ke pandangan bahwa sistem juga adalah akibat dari tindakan
yang kadang-kadang di harap kan” (Coleman, 1994:33). Dengan demikian Coleman
memerlu kan sebuah teori tindakan dan ia memilih yang lazim di terima
kebanyakan pakar ilmu ekonomi.
Tugas sosiologi yang berat adalah
membangun sebuah teori yang mengalih kan perhatian nya dari tinda kan tingkat
mikro ke norma, nilai sosial, distribusi status dan konflik sosial, distribusi
status dan konflik sosial tingkat makro. ( Colman, 1994:33).perhatian ini lah
yang menjelas kan mengapa Coleman mengambil landasan teori nya dari ilmu
ekonomi:
Yang membeda kan ekonomi dari ilmu sosial
lain bukan lah penggunaan “pilihan rasional”nya
tetapi penggunaan sebagai model analisis yang memungkin kan bergerak
antara tingkat tindakan individu dan tingkat fungsi sistem. Dengan membuat
asumsi, bahwa tinda kan individu rasional dan pasar adalah “sempurna” dengan
komunikasi penuh, analisis ekonomi mampu menghubung kan fungsi tingkat makro
dengan tindakan individu di tingkat mikro. (Coleman, 1994:32)
Aspek lain visi coleman mengenai
sosiologi harus dapat di guna kan untuk merumus kan kebija kan sosial. Tentang
teori ia mengata kan, salah satu
kriteria untuk menilai karya dalam teori sosial adalah kegunaan potensial nya
untuk memberitahu kan kebijakan sosial” (Colmen, 1944:33). Tidak banyak
sosiologi yang tidak sepakat dengan tujuan Colmen menghubungkan teori, metode
dan kebija kan sosial, meski banyak juga yang taksepakat dengan cara yang di
pilih Colemen dalam menghubung kan nya.
Apa kah mereka setuju atau tidak dengan tujuan utama colemen itu,
sosiolog di masa datang akan terus di
tantang dalam menghubung kan ke tiga aspek kunci praktik sosiologi ini, dan
sebagian mereka akan menemukan sebuah model yang berguna dalam karya
Colmen..... (Colmen meninggal 25 maret 1995).
Jadi,
sebagian besar karya dalam sosiologi tak di masuk kan ke dalam terbitan jurnal rasionality and Society. Tetapi, karya
yang memusat kan perhatian pada masalah tingkat makro dan yang berkaitan dengan
tindakan rasional tidak dikucil kan. Diluar minat akademis seperti itu Coleman mengingin kan karya
penelitian di lakukan bertolak belakang dari perspektif pilihan rasional yang
mempunyai kaitan praktis dengan kehidupan sosial yang sedang berubah. Sebagai
contoh, Heckathorn dan Broadhead (1996) telah meneliti kebijakan publik
berkaitan dengan pencegahan AIDS dari segi pilihan rasional.
Landasan
teori
menurut Coleman sosiologi seharus nya
memusat kan perhatian kepada sistem sosial. Tetapi, fenomena makro itu harus di
jelas kan oleh faktor internal nya sendiri, khusus nya oleh faktor individual.
Ia lebih menyukai bekerja di tingkat individual ini karena sebagai alasan,
termaksud kenyataan bahwa data biasa nya di kumpul kan di tingkat idividual dan
kemudian di susun untuk menghasil kan data di tingkat sistem sosial. Alasan lain untuk lebih menyukai pemusatan
perhatian di tingkat individual biasa nya adalah karena “intervensi” dilakukan
untuk menciptakan perubahan sosial. Inti perspektif Coleman adalah gagasan
bahwa teori sosial tak hanya merupakan latihan akademis, tetapi harus dapat
mempengaruhi kehidupan sosial melalui “intervensi” tersebut.
Dengan memusat kan perhatian pada
individu ini, Coleman mengakui bahwa dia adalah individualis secara
metodologis, meski ia melihat perspektif khusus ini sebagai varian khusus dari
orientasi dari individual itu. Pandangan
nya adalah khusus dalam arti bahwa dia menerima gagasan yang muncul dan meski
memusat kan perhatian pada faktor internal sistem sosial, faktor internal itu
tak mesti selalu orientasi dan tinda kan individual Artinya, fenomena tingkat
mikro selain yang bersifat individual pun dapat menjadi sasaran perhatian
analisis nya.
Teori pilihan rasional Colmen tampa
jelas dalm gagasan dasar nya bahwa tinda kan seseorang mengarah pada suatu
tujuan dan tujuan itu (dan juga tindakan) di tentu kan oleh nilai atau pilhan
(preferensi)” (1990:13). Tetapi, colmen selanjut nya menyatakan untuk maksud
yang sangat teoritis, ia memerlu kan konsep yang lebih tepat mengenai aktor
rasional yang berasal dari ilmu ekonomi yang melihat aktor memili tinda kan
yang dapat memaksimal kan kegunaan atau yang memuas kan keinginan dan kebutuhan
mereka,
Ada dua unsur utama dalam teori Coleman,
yakni aktor dan sumber daya. Sumber daya adalah sesuatu yang menarik perhatian
dan yang dapat di kontrol oleh aktor. Coleman menjelas kan antara aktor dan sumberdaya secara rinci
menuju ke tingkat sistem sosial:
Basis minimal untuk sistem sosial tinda kan adalah dua orang aktor, masing-masing
mengendali kan sumber daya yang menarik perhatian pihak yang lain. Perhatian
satu orang terhadap sumber daya yang di
kendali kan orang lain itu lah yang menyebab kan ke duanya terlibat dalam tinda
kan saling membutuh kan terlibat dalam sistem tinda kan..... Selaku aktor yang
mempunyai tujuan, masing masing bertujuan untuk memaksimal kan perwujudan
kepentingan nya yang memberi kan ciri saling tergantung atau ciri sistemik
terhadap tindakan mereka.
(Coleman,
1990:29)
Walau ia yakin terhadap teori pilihan
rasional, namun Coleman tak yakin perspektif ini telah berhasil menyediakan
semua jawaban, setidak nya hingga saat kini. Namun, jelas ia yakin bahwa teori
ini akan bergerak ke arah itu karena ia menyata kan, “kesukaan teori sosial
yang berdasar kan rasionallitas terletak pada makin berkurang nya bidang
aktivitas sosial yang tak dapat di terang kan oleh teori pilihan rasional ini”
(Coleman, 1990:18).
Coleman mengakui bahwa dalam kehidupan
nyata orang selalu berperi laku rasional, namun ia merasa hal ini hampir tak
berpengaruh terhadap teori nya. Asumsi ku adalah bahwa ramalan teoritis yang di
buat di sini sebenar nya akan sama saja apakah aktor bertindak tepat menurut
rasionalitas seperti yang bisa di bayang kan atau menyimpang dari cara-cara
yang telah di amati” (1990:506;Inbar, 1996).
Pemusatan perhatian pada tinda kan
rasional individu ini di lanjut kan dengan memusat kan perhatian pada masalah
hubungan mikro makro atau bagai mana cara gabungan tinda kan individual
menimbul kan perilaku sistem sosial. Meski ia mempriorits kan masalah ini,
Coleman juga memperhati kan hubungan makro ke mikro atau bagai mana cara sistem
memaksa orientasi aktor. Akhirnya ia memusat kan perhatian pada aspek hubungan
mikro-makro atau dampak tindakan individual terhadap tindakan individu lain.
Meski kelihatan nya seimbang, namun
setidak nya ada tiga kelemahan pendekatan Colmen ini. Pertama, ia memberi kan prioritas perhatian yang berlebihan
terhadap masalah hubungan mikro dan makro dan dengan demikian memberikan
sedikit perhatian terhadap hubungan lain. Ke
dua, ia mengbai kan masalah hubungan makro-makro. Ke tiga, hubungan sebab
akibat nya hanya menunjuk pada satu arah; dengan kata lain ia mengabaikan
hubungan dialetika di kalangan dan di antara
fenomena mikro dan makro.
Dengan menggunakan pendekatan pilihan
raional nya, Coleman menerang kan serentetan fenomena tingkat makro. Dasar
pendirian adalah bahwa teoritisi perlu memelihara gambaran mereka mengenai
aktor terus menerus dan dari gambaran fenomena mikro ini muncul berbagai kesan
mengenai fenomena tingkat makro. Dengan cara ini, perbedaan dalam fenomena
makro dapat di runut pada perbedaan truktur hubungan di tingkat makro dan bukan
pada perbedaan di tingkat mikro.
Satu langkah kunci gerakan dari mikro ke
makro itu adalah mengakui wewenang dan hak yang di miliki oleh seseorang
individu terhadap individu lain. Tindakan ini cenderung menyebab kan
subordinasi seorang aktor terhadap aktur lain. Lebih pentinglagi, pengankuan
ini mencipta kan fenomena makro paling mendasar, yakni satu unit tinda kan yang
terdiri dari dua orang, ketimbang dua aktor yang bebas. Akibat nya, struktur
berfungsi terbebas dari aktor ketimbang memaksimalkan ketertarikan nya, dalam
kasus ini, seorang aktor malah berusaha merealisasi kan ketertari kan aktor
yang lain atau unit kolektif independen. Ini bukan saja merupa kan realita
perbedaan sosial, tetapi merupakan salah satu yang memiliki defisiensi khusus
dan menimbul kan permasalahan khusus (Coleman, 1990:145). Menimbang orientasi
aplikatif nya, Coleman menunjuk ketertarikan dalam diagnosa dan solusi dari
berbagai permasalahan ini.
Perilaku
kolektif. Satu contoh pendekatan Coleman dalam menganalisis fenomena makro
adalah kasus perilaku kolektif (Zblocki, 1996). Ia memilih menjelas kan
perilaku kolektif karena ciri nya yang sering tak stabil dan kacau itu sukar di
analisis berdasar kan perspektif pilihan rasional. Namun, menurut pandangan
Coleman, teori pilihan rasional dapat menjelas kan semua jenis fenomena
makro, tak hanya yang stabil dan teratur
saja apa yang menyebabkan perpindahan dari aktor rasional ke berfungsi ny
sistem yang di sebut “perilaku kolektif yang liar dan bergolak adalah
pemindahan sederhana pengendalian atas
tindakan seorang aktor ke aktor lain... yang dilakukan secara sepihak,
bukan sebagai bagian dari pertukaran” (Coleman, 1990:198).
Mengapa orang secara sepihak memindah
kan kontrol atas tinda kan nya kepada orang lain? Jawabanya, menurut teori
pilihan rasional, adalah bahwa mereka berbuat demikian dalam upaya untuk
memaksimal kan kepentingan mereka. Biasa nya upaya memaksimal kan kepentingan
individual itu menyebab kan keseimbangan kontrol antara beberapa aktor dan ini
menghasil kan keseimbangan dalam masyarakat. Tetapi dalam kasus kolektif,
karena terjadi pemindahan kontol secara sepihak, upaya memaksimal kan
kepentingan individu tak mesti menyebab kan keseimbangan sistem.
Norma. Fenomena tingkat makro lain yang menjadi
sasaran penelitian Coleman adalah norma. Meski kebanya kan sosiolog menganggap
norma dapat di guna kan untuk menerang kan perilaku individu, namun mereka tak
menerang kan mengapa dan bagaimana cara norma itu terwujud. Coleman ingin
mengetahui bagaimana cara norma muncul dan di pertahan kan dalam sekelompok
aktor yang rasional. Menurut nya norma di prakarsai dan di pertahan kan oleh beberapa
orang yang melihat keuntungan yang di hasil kan dari pengalaman terhadap norma
dan kerugian yang berasal dari pelanggaran norma itu. Orang ingin melepas kan
pengendalian terhadap perilaku mereka sendiri, tetapi dalam proses, mereka
memperoleh pengendalian (melalui norma) terhadap perilaku orang lain. Coleman
meringkas pendapat nya tentang norma ini:
Unsur sentral penjelasan ini... adalah
melepas kan sebagian hak untuk mengendalikan tindakan diri sendiri seseorang
dan menerima sebagian hak untuk mengendali kan tindakan orang lain dan itu lah
yang memuncul kan norma. Hasil akhir nya adalah bahwa pengendalian... yang di
pertahan kan setiap orang sendirian akan terdistribusi kan secara luas ke
sekumpulan aktor yang melaksana kan kontrol itu (Coleman, 1990:292).
Sekali lagi, aktor dilihat berupaya
memaksimal kan utilitas mereka sebagian dengan menggerakkan hak untuk
mengendali kan diri mereka sendiri dan memperoleh sebagian hak untuk mengendali
kan aktor lain. Karena pemindahan pengendalian itu tak terjadi secara sepihak,
maka dalam kasus norma ini terdapat keseimbangan.
Tetapi, ada pula keadaan di mana norma
berperan menguntung kan orang tertentu dan merugi kan orang lain. Dalam kasus
tertentu, aktor menyerah kan hak untuk mengendali kan (melalui norma) tinda kan
orang lain. Selanjut nya, keefektifan norma tergantung pada kemampuan
melaksanakan konsensus itu. Konsensus pada dan pelaksanaan nyalah yang mencegah
tanda-tanda ketakseimbangan perilaku kolektif.
Coleman mengakui bahwa norma saling
berkaitan, tetapi masalah makro seperti itu berada di lar cakupan karya nya
tentang landasan sistem sosial. Di sisi lain ia ingin membahas masalah mikro
mengenai internalisasi norma. Ia mengakui, dalam membahas internalisasi norma
ia memasuki “ perairan yang berbahaya bagi teori yang berlandas kan pilihan
rasional” (1990:292). Ia melihat internalisasi norma memapan kan norma sistem
sanksi internal; aktor memberikan sangsi terhadap diri nya sendiri bpla ia
melanggar norma. Coleman melihat ini menurut pemikiran bahwa seorang aktor atau
sekumpulan aktor berupaya keras untuk mengendali kan aktor lain dengan
mengingat kan norma yang di internalisasi kan kedalam diri mereka. Jadi,
sekumpulan aktor berkepentingan untuk menyuruh aktor lain menginternalisasi kan
norma dan mengendali kan mereka. Ia merasa bahwa ini adalah rasional “karena
upayah seperti itu dapat evektif dengan biaya yang masuk akal” (1990:294).
Coleman melihat norma dari sudut tiga
unsur utama teori nya dari mikro ke makro, tinda kan bertujuan di tingkat mikro
dan dari makro ke mikro. Norma adalah fenomena tingkat makro yang ada berdasar
kan tindakan bertujuan di tingkat mikro. Begitu muncul, norma, melalui sanksi
atau ancaman sanksi, memengaruhi
tindakan individu. Tinda kan tertentu mungkin membesar kan hati, sedangkan
tinda kan lain mengecil kan hati.
Aktor
korporat. Dengan kasus norma ini Coleman
berahli ketingkat makro dan melanjutkan analisis nyan di tingkat makro ini
dalam membahas tentang aktor kolektif (Clark, 1996). Di dalam kolektifias
seperti itu, aktor tak boleh bertindak menurut kepentingan kolektifitas.
Ada bermacam-macam aturan dan mekanisme
untuk berahli dari pilihan individual ke pilihan kolektif (sosial). Aturan yang
paling sederhana adalah dalam kasus pemungutan suara dan prosedur untuk
menabulasikan suara individu dan memaju kan kerutusan kolektif. Ini lah dimensi
dari mikro ke makro, sedangkan sesuatu seperti daftar calon yang di usul kan
oleh kolektifitas menyangkut hubungan dari makro ke mikro.
Coleman menyata kan, baik aktor kolektif
maupun aktor individual mempunyai tujuan. Dalam struktur kolektif, seperti
sebuah organisasi, aktor individual dapat mengejar tujuan pribadi mereka
masing-masing yang mungkin berbeda dari tujuan kolektif. Konflik kepentingan
ini membantu kita memahami sumber pemberontakan terhadap otoritas perusahaan.
Hubungan dari mikro ke makro di sini meliputi berbagai cara di mana orang melepas kan otoritas dari struktur
kolektif dan memberikan legitimasi kepada orang yang terlibat dalam pemberonta
kan. Tapi, juga ada hubungan dari makro kemikro dalam kondisi tingkat makro
tertentu yang menyebab kan orang bertindak seperti melepas kan dan menanam
modal. Sebagai teori tisi pilihan rasional, Coleman betolak dari individu dan dari
gagasan bahwa semua hak dan sumberdaya ada di tingkat individual ini.
Kepentingan individu menentu kan jalan nya peristiwa. Tetapai ini tak benar,
terutama dalam masyarakat modrn di mana bagian terbesar hak dan sumber daya dan
karena itu kedaulatan terletak di tangan aktor kolektif (Coleman, 1990:531).
Dalam kehidupan modrn aktor kolektif mengambil peran yang makin penting. Aktor
kolektif dapat bertindak demi keuntungan atau kerugian individu. Bagaimana cara
kita menilai aktor kolektif dalam hal ini? Coleman berpendapat hanya dengan
bertolak secara konseptual dari titik di mana semua kedaulatan terletak di
tangan manusia individu lah terbuk peluang untuk melihat seberapa baik nya
kepentingan utama mereka di sadari oleh sistem sosial yang ada. Dalil yang menyata kan bahwa manusia individu
berdaulat telah membukakan jalan bagi sosiolog untuk menilai pelaksanaan fungsi
sistem sosial” (1990:531-532).
Menurut coleman, perubahan sosial
terpenting adalah muncul nya aktor korporat, sebagai pelengkap aktor “pribadi
natural”. Kedua nya dapat di anggap
sebagai aktor karena ke dua nya mempunyai “pengendalian terhadap sumberdaya dan
peristiwa, kepentingan terhadap sumber daya danperistiwa, mempunyai kemampuan
mengambil tindakan untuk mencapai kepentingan mereka melalui pengendalian itu”
(1990:542). Memang selalu ada aktor koparat, tetapi aktor kolektif lama,
seperti keluarga, terus menerus di ganti kan oleh yang baru, aktor kolektif
yang sengaja di bentuk. Keberadaan aktor kolektif baru ini menimbul kan masalah
bagaimana cara memasti kan tanggung jawab sosial mereka. Menurut Coleman, ini
dapat di lakukan dengan mengada kan reformasi internal atau dengan mengubah
struktur eksternal seperti peraturan hukum yang memengaruhi aktor kolektif itu
atau agen yang dapat mengatur nya.
Coleman membeda kan antara struktur
primodial berdasar kan keluargaan, seperti pertetanggaan dan kelompok ke
agamaan, dan struktur yang berdasar kan tujuan tertentu, seperti organisasi
ekonomi dan pemerintahan. Ia melihat kemajuan dalam “kebebasan” aktifitas yang
pernah terikat bersama dalam sederetan aktor kolektif. Coleman sangat menaruh
perhatian kepada kebebasan tersebut sebagai mana perhatian nya pada fakta bahwa
saat ini kita dipaksa untuk berhadapan dengan posisi dalam struktur purposif
dari pada berhadapan dengan mereka yang mendiami struktur primordial. Karena
itu kemudian, dia menyimpul kan bahwa tujuan dari kerja nya ini adalah “
menyediakan pondasi untuk membangun struktur masyarakat yang luwes sebagai
struktur primordial yang menghilang kan unsur “orang” di dalam nya” (Coleman,
1990 : 652).
Coleman
mengecam kebanya kan teori sosial yang menyetujui pandangan yang ia sebut homo
sociologi cus. Perspektif ini memusat kan perhatian pada proses sosialisasi dan
keserasian terhadap individu dan masyarakat. Karena itu homososiologi cus tak mampu menjelas kan kebebasan individu untuk
bertindak seperti yang mereka ingin kan walaupun paksaan di kena kan terhadap
mereka. Lagi pula perspektif ini terbatas kemampuan nya untuk mengefaluasi
tinda kan sistem sosial. Sebalik nya, homo economicus, menurut Coleman, memiliki semua kemampuan ini. Coleman
menyerang teori sosial tradisional karena tak relevan dengan perubahan yang
terjadi dalam masyarakat dan tak mampu membantu kita mengetahui ke mana arah
perubahan masyarakat. Teori sosiolog (maupun riset sosiologi) harus mempunyai
tujuan, berperan dalam memfungsi kan masyarakat. Coleman menyokong teori sosial
yang tak hanya berminat pada pengetahuan demi pengetahuan, tetapi juga “mencari
pengetahuan untuk pembangunan kembali masyarakat” (1990:651).
Pandangan Coleman tentang teori sosial
berkaitan erat dengan pandangan nya tentang perubahan sifat masyarakat. Lenyap
nya struktur primordial dan sosiologi merupakan pelopor untuk mengembangkan di
dalam sosiologi. Pendiri teori pertukaran modrn adalah Geoorge Homans. Teori
pertukaran yang beriorentasi mikro itu di ringkas dalam sejumlah kecil
proposisi. Peter Blau mencoba mengembang kan teori pertukaran ke tingkat makro
terutama dengan memusat kan perhatian pada peran norma. Banyak karya dalam
teori pertukaran masa kini yang telah di pengaruhi olh upaya Richard Emerson
untuk mengembang kan teori pertukaran integratif dengan pendekatan mikro-makro.
Murid Emerson kedalam bebagai jenis bidang kajian baru.
Salah satu masalah yang menjadi sasaran
perhatian Emerson adalah jaringan sosial. Masalah ini pun menjadi sasaran studi
orang yang tergolong menganut teori jaringan sosial. Meskipun banyak tumpang
tindih antara teori pertukaran dan teori jaringan sosial, namun banyak teoritis
jaringan sosial yang membuat analisis
diluar kerangka pemikiran teori pertukaran. Teori jaringan sosial di
beda kan oleh pemusatan perhatian nya terhadap pola objektif ikatan di dalam
dan di antara realitas sosial di tingkat
mikro dan makro.
Teori pertukaran jaringan mengombinasi
kan teori pertukaran dengan analisis jaringan untuk memfokus kan pada
distribusi kekuasaan dalam jaringan pertukaran.
Ia melihat pada cara di mana struktur itu sendiri dapat di sebut lemah
atau kuat.
Teori pilihan rasional James Coleman
berperan penting dalm pengembangan teori pertu karan, yang telah berdiri
sendiri. Dengan memamfaat kan sedikit prinsip dasar yang sebagian besar berasal
dari ilmu ekonomi, teori pilihan rasional di yakini akan mampu menganalisis dan
menerang kan masalah tingkat mikro dan makro maupun peran yang di main kan oleh
faktor tingkat mikro dalam pembentu kan fenomena tingkat makro. Jumlah
penyokong teori pilihan rasional makin meningkat dalam sosiologi, namun
perlawanan oleh pendukung perspektif teoritis lain pun makin meningkat.